Breaking News
Loading...
Jumat, 12 Juli 2013

Info Post
Tudingan tidak mengenakan dilayangkan Ketua Bidang Hukum DPP PDIP, Trimedya Panjaitan terhadap KPK. Hal ini terkait dengan penanganan kasus dugaan korupsi teman satu partainya, Izedrik Emir Moeis. Penahanan rekannya itu, dinilainya ada intervensi dari Biro Penyelidik Federal atau FBI Amerika Serikat (AS). 


“Kami sejak awal agak kaget juga, kok Emir Moeis langsung ditahan. Saya yakin itu pasti (ada intervensi) dari FBI, bukan murni hasil penyelidikan KPK. Mungkin ada kerja sama antara FBI dan KPK,” kata Trimedya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (12/07). 

Meski demikian, dia tidak menyesalkan penahanan terhadap Ketua Komisi XI DPR RI itu. Tetapi justru yang disesalkannya, karena KPK lebih memilih dan mengadopsi laporan FBI. Hal ini dapat mengganggu proses hukum yang ada di Indonesia. 

“Terserah KPK mau tahan Emir. Tetapi jangan sampai kesan KPK didikte pihak asing. Kami hanya menyesalkan hasil penyelidikan negara lain itu, langsung diadopsi KPK. Sebab, dalam proses hukum di Indonesia, KPK kesulitan dalam menemukan barang bukti,” ujar mantan Ketua Komisi III DPR ini. 

Menurut dia, tidak mungkin KPK menangani kasus itu cepat, kalau tingkat kesulitannya tinggi, seperti kasus Emir Moeis ini. “Kasus suap ini, masa dalam waktu setahun lebih jaraknya baru ditahan. Apalagi Emir ini baru diperiksa sekali, walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka tahun lalu,” jelas Trimedya. 

Namun, penahanannya itu tidak merugikan partai.”Bagi PDIP penahnanan  Emir Moes ini tidak mengganggu. Bu Megawati selalu mengingatkan kepada kami, pilihan politik selalu punya risiko. Kami memang harus siap, meski saya percaya KPK bukan lembaga yang bisa didikte,” tegasnya. 

Kaget 

Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPR, Puan Maharani berharap KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi Emir Moeis itu, tidak diintervensi pihak mana pun. “Kami semua kaget Emir Moeis ditahan. Tetapi kami harap tidak ada intervensi dari pihak mana pun terkait penanganan serta penahanan Emir Moeis dalam kasus  ini,” jelas dia. 
 
Meski demikian, ungkap Puan, partainya tetap mendukung upaya KPK mengungkap tuntas kasus korupsi dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung tersebut. “Kami mendukung KPK, asalkan tidak diintervensi oleh kepentingan politik ataupun dijadikan alat politik,” ujarnya. 

Perlu diketahui, sejak ditetapkan sebagai tersangka hampir setahun lalu, Izedrik Emir Moeis belum pernah dipanggil untuk dimintai keterangannya. Baru Kamis (11/07) kemarin, dia diperiksa sebagai tersangka. Dia sendiri ditetapkan sebagai tersangka sejak 26 Juli 2012 lalu.  Pemeriksaannya itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-36/01/07/2012 atas nama Izedrik Emir Moeis (IEM) telah dikeluarkan pada 20 Juli 2012. 

Dalam kasus tersebut, Emir Moeis diduga menerima suap lebih dari 300.000 dolar AS atau Rp2,8 miliar. Uang itu diduga terkait dengan pembangunan proyek PLTU di Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung pada tahun anggaran (TA) 2004.  Tim penyidik KPK menjerat Emir Moies dengan Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 12 huruf a atau b jo Pasal 11 jo Pasal 12 huruf b UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001tentang Pemberantasan Korupsi. 

Dia diduga menerima hadiah atau janji dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR periode 1999–2004 dan periode 2004–2009 dari PT Alstom Indonesia (AI).  Selain itu, KPK juga sudah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Emir Moeis dengan mengirimkan surat cegah ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham pada 23 Juli 2013. Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk petinggi PT AI. 

Selain Emir Moeis, KPK telah mencegah beberapa pihak yang berasal dari swasta, yakni Zuliansyah Putra Zulkarnain (Direktur Utama PT Artha Nusantara Utama) dan Reza Roestam Moenaf (General Manager PT Indonesian Site Marine). 

Penyidikan proyek PLTU Tarahan ini merupakan pengembangan kasus korupsi pengadaan outsourcing roll out customer information service rencana induk sistem informasi (CIS RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya). Dalam kasus tersebut, mantan Dirut PLN Eddie Widiono Suwonto juga terlibat dan telah divonis bersalah. (suaranews)



Sumber: baratamedia

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda