Breaking News
Loading...
Senin, 16 September 2013

Info Post
Ia politisi, uztad dan cendekiawan yang bergaya lembut serta mengedepankan moral dan dakwah. Sosoknya semakin dikenal masyarakat luas setelah ia menjabat Presiden Partai Keadilan (PK), kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini memperoleh suara signifikan dalam Pemilu 2004 yang mengantarkannya menjadi Ketua MPR 2004-2009. Kepemimpinannya memberi warna tersendiri dalam peta perpolitikan nasional.

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/309-kedepankan-moral-dan-dakwah?start=1
Copyright © tokohindonesia.com

Capres Poling Jadi Kenyataan

Ia politisi, uztad dan cendekiawan yang bergaya lembut serta mengedepankan moral dan dakwah. Sosoknya semakin dikenal masyarakat luas setelah ia menjabat Presiden Partai Keadilan (PK), kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini memperoleh suara signifikan dalam Pemilu 2004 yang mengantarkannya menjadi Ketua MPR 2004-2009. Kepemimpinannya memberi warna tersendiri dalam peta perpolitikan nasional.

Namanya pernah disebut-sebut sebagai salah seorang calon Presiden atau Wakil Presiden Pemilu 2004. Bahkan beberapa poling menempatkannya pada posisi paling diunggulkan menjadi presiden. Poling TokohIndonesia DotCom menempatkannya pada posisi pertama sebagai tokoh negarawan, tokoh bersih KKN dan tokoh idola. Dalam poling Capres, ia bersaing dengan Ketua MPR RI (1999-2004) Amien Rais menempati urutan pertama dan kedua secara bergantian. Banyak pihak memperkirakan bisasaja hasil beberapa poling itu jadi kenyataan. Ia akan jadi  Presiden RI keenam.

Dr. HM. Ketua MPR-RI 2004-2009 Hidayat Nur Wahid, MA adalah politisi, uztad dan cendekiawan yang bergaya lembut serta mengedepankan moral dan dakwah. Sosoknya semakin dikenal masyarakat luas setelah ia menjabat Presiden Partai Keadilan (PK), kini menjadi Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (Ketua MPR-RI 2004-2009 PKS). Dosen Pasca Sarjana UAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tidak pernah bercita-cita jadi politisi. Kepemimpinnya di PK memberi warna tersendiri dalam peta perpolitikan nasional.

Pria kelahiran Klaten 8 April 1960, ini tak pernah menargetkan atau memprogramkan mau jadi apapun, termasuk menjadi ketua partai, apalagi menjadi presiden. Ia mengaku menjalani hidup mengalir begitu saja dengan penuh tawakal. "Dan Alhamdulillah, hidup saya berjalan dengan lancar," katanya. Sepanjang pengalaman pribadinya, ia merasa Allah membimbing dan memberikan yang terbaik buatnya. Ini yang membuatnya semakin yakin bahwa Allah itu Mahabijak, Mahakuasa dan takdir itu memang ada.

Latarbelakang kehidupan keluarganya sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya. Di kampung kelahirannya, keluarganya memang termasuk keluarga pemuka agama. Kakeknya bahkan merupakan tokoh Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah di Prambanan. Ayahnya, sekalipun berlatar NU, juga pengurus Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah, dan ibunya Aktivis Aisyiah.

Setelah SD, ia dimasukkan ayahnya ke Gontor karena banyak saudaranya yang sekolah di sana. Dan, Alhamdulillah, selama mengenyam pendidikan di Gontor, ia selalu ranking pertama atau kedua. Selama menimba ilmu di Pesantren Modern Gontor, di samping menjadi pengurus OSIS, Hidayat pun anggota PII (Pelajar Islam Indonesia).

Kemudian ia melanjutkan studi ke Madinah. Tidak tanggung-tanggung, selama 13 tahun, suami Hj Kastrian Indriawati yang telah dikaruniai dua orang putri dan empat orang putra itu menimba ilmu keislaman di bumi tempat Rasullulah SAW dimakamkan. Di sana, ia sempat menjadi ketua perhimpunan mahasiswa asal Indonesia. Dan ia terpaksa berurusan dengan KBRI setempat, karena ia mempersoalkan "Asas Tunggal" dan Penataran P-4.

Setelah selesai S-1, ia pun tidak terpikir untuk melanjutkan ke S-2. Tapi tiba-tiba namanya masuk nominasi untuk ikut ujian S-2. Hari itu ia dapat informasi dari orang lain dan hari itu juga ia harus menempuh ujiannya. Dan tenyata alhamdulillah lulus.

Ketika masuk S-3 pun ia tidak punya niat sama sekali. Dosen pembimbingnya yang agak memaksa supaya ia mengambil peluang S-3 yang diberikannya. Padahal waktu itu, ia sudah ngotot untuk pulang ke Indonesia untuk berdakwah. Sepulang dari tanah suci, ia aktif dalam berbagai kegiatan dakwah sebelum terjun di dunia politik tahun 1999.

Kini, kesibukannya di partai tentu menyita waktu yang biasanya ia gunakan untuk keluarga. Tapi ia merasa diuntungkan oleh keluarganya. "Istri saya adalah tamatan Mu'allimat Yogya yang mantan Aktivis organisasi Ikatan Pelajar Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah di tingkat nasional. Sehingga sedikit banyak manajemen keluarga kami bisa lebih teratur," kata pria yang hobi membaca buku ini.

Lelaki 40 tahunan ini tak berubah dari watak aslinya meski sudah berada di pucuk pimpinan partai. Pria yang dikenal berpenampilan sederhana dan ramah, ini masih saja ikut bermain sepak bola bersama masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Tidak satu atau dua kali saja tetapi menjadi kegiatan rutin. Ia kelihatan sangat menikmati sepak bola itu.

Selain sepak bola ia juga rutin bermain Pemain Bulutangkis Pelatnas (1971-1986) bulutangkis. Setiap Selasa pagi nyaris tidak pernah dilewatkan untuk bermain Pemain Bulutangkis Pelatnas (1971-1986) bulutangkis bersama jamaah masjid Al Qalam Pondok Gede. Ia masih kuat main selama lima set non stop. Menurutnya, dengan rutin berolahraga stamina kerja seseorang menjadi meningkat. Ia merasakan olahraga semakin penting ketika terjun mengurus partai politik. Karena politik juga memerlukan stamina fisik yang prima. Majalah Digital Tokoh Indonesia 
Majalah Tokoh Indonesia Volume 09

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/309-kedepankan-moral-dan-dakwah?start=1
Copyright © tokohindonesia.com

Artikel terkait: Biografi Hidayat Nur Wahid 
---
Komentar anda

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda