Breaking News
Loading...
Rabu, 17 Desember 2014

Info Post
Amalia Suri
NAMA lengkapnya Amalia Suri. Namun belia berusia 18 tahun ini biasa dipanggil Amel. Bersama tujuh remaja lainnya, Amel saat ini sedang berada di Singapura sebagai delegasi Indonesia di kegiatan Sunburst Youth Camp (SYC). Acara itu sendiri dihelat sejak 30 November hingga 6 Desember 2014. (Baca: Siswi Cantik dari Aceh Ini Wakili Indonesia ke Sunburst Youth Camp di Singapura)

Amel adalah siswi kelas 12 atau kelas tiga di SMA Swasta Sukma Bangsa Lhokseumawe. Sebelumnya Amel juga baru pulang dari Amerika untuk program pertukaran pelajar Youth Exchange Study untuk tahun 2013-2014. Di Amerika Amel tinggal di daerah Lancaster, Ohio State dan tinggal bersama keluarga angkat.
Banyak hal-hal mengesankan yang dialaminya selama berada di Amerika. Ibu angkatnya Anna Hoffmann yang sudah sepuh pernah mengantarkan dirinya ke Omar al Khatab Mosque di Ohio agar Amel bisa melaksanakan salat Idul Adha. Padahal jarak yang ditempuh cukup jauh, seperti dari Bireuen ke Lhokseumawe.
“Pas salat Idul Adha asli super galau karena di Lancaster nggak banyak Muslim dan jarang dengar azan, jadi pas ke masjid nangis sejadi-jadinya. Rindunya sama Allah, bukan sama keluarga atau karena kangen rumah,” katanya kepada atjehpost.co melalui pesan bbm, Rabu 3 Desember 2014.
Amel merupakan putri dari pasangan Sofian Suri Muhammad dan Fauziah. Di sekolah, gadis remaja ini bisa dibilang sebagai bintang sekolah karena hampir semua siswa mengenalnya. Hal itu tak terlepas dari prestasi yang diukirnya. Setelah sebelumnya sempat dijuluki sebagai ‘anak Amerika’ karena program YES, kini teman-temannya menjulukinya ‘anak Singapura’ lewat program SYC. Namun hal ini justru memberikan keuntungan tersendiri bagi alumni SMP Sukma Bangsa ini.
Tinggal di Desa Paya Dua, Kecamatan Banda Baro, Kabupaten Aceh Utara, setiap hari Amel harus naik angkutan umum BE untuk ke sekolah. Pagi-pagi sekali sebelum jam tujuh ia sudah berangkat dari rumah agar tak terlambat ke sekolah. Ia merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Amalia Suri bersama orang tua angkatnya Robert Hoffmann, Anna Hoffmann dan cucu mereka Kaci Morin
Ayahnya, Sofian Suri, merupakan korban pemutusan hubungan kerja PT KKA saat Amel masih SMP dan sampai sekarang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Ayahnya juga termasuk salah seorang yang dituakan di dusunnya, saat ini dipercayakan sebagai Kepala Dusun dan selalu aktif di mushalla. Sedangkan ibunya seorang guru SDN 9 Dewantara di Gampong Calok Giri.
“Ayah pernah jualan jilbab di pekan Minggu, pernah juga jualan mainan di hari raya. Amel sama abang dan adik juga sering ikut,” ujar gadis yang hobi bercerita dan menulis ini.
Bukan hanya itu ayahnya juga pernah membuat tempe untuk menopang perekonomian keluarga. Dengan bangga Amel menceritakan kala ia juga bisa membuat makanan yang berbahan baku kedelai itu. Tempe-tempe yang tidak habis terjual dibuat jadi tempe goreng dan dijual keliling kompleks.  Amel mengaku pernah berjualan tempe goreng di tengah guyuran hujan. Ayahnya juga pernah mencoba berbisnis getah, namun tidak berhasil seperti yang diharapkan.
Setelah benar-benar di PHK dan mendapat pesangon dari perusahaan ayahnya kembali mencoba berjualan pakaian di pajak Batuphat. Ia menjual baju anak-anak dan lumayan lama namun belakangan usaha tersebut berakhir karena kekurangan pelanggan. Namun Amel tak menganggap semua kesulitan tersebut menjadi kendala baginya dalam menggapai cita-cita. Kelak gadis yang jago bahasa Inggris ini ingin menjadi seorang diplomat atau pekerja sosial.
Sejak kecil sudah terbersit di benaknya agar suatu saat bisa ke luar negeri. Semua itu berawal dari sebuah kamus Jerman yang ia temukan di rumah temannya saat ia masih kelas lima SD.
“Waktu itu Amel nggak tahu Jerman itu di mana, dan bisa dua kali ke luar negeri gratis kayak sekarang masih nggak percaya,”
Amalia Suri dan sejumlah delegasi dari berbagai negara di SYC Singapura
Jika akhirnya ia bisa menjejakkan kaki ke negeri Paman Sam dan negeri Singa, semua itu karena jiwanya yang selalu menyukai tantangan. Suka mempelajari kebudayaan bangsa dan negara lain dan karena ketertarikannya pada bahasa.
“Selain itu kalau berhasil ke Amerika setahun, ayah nggak perlu keluarin uang untuk biaya sekolah dan jajan Amel di tahun itu,” katanya.
Sadar dengan kondisi orang tuanya, Amel pun menerapkan kedisiplinan untuk dirinya sendiri. Misalnya ia selalu menyisihkan uang dari jatah jajan yang diberikan untuknya. Semangatnya untuk mengenyam pendidikan juga sangat tinggi. Apalagi dengan iklim di sekolah yang menurutnya sangat nyaman. Antara siswa dan guru layaknya teman, begitu juga dengan siswa lainnya yang rajin dan menularkan energi positif baginya.
Di sekolah, Amel juga aktif di berbagai kegiatan seperti teater, debat, dan komunitas menulis. Bahkan tak jarang di hari libur pun ia tetap ke sekolah untuk belajar kelompok atau latihan teater.
“Pokoknya Amel betah aja di sekolah,” kata gadis periang ini.
Ke mana pun ia pergi pesan sang ayah agar selalu belajar yang rajin tak pernah dilupakannya. Ia juga diingatkan agar selalu berperilaku baik yang mencerminkan karakter orang Aceh yang sebenarnya.
"Ayah juga selalu bilang pergi terus jauh-jauh selama itu beasiswa, kalau ada universitas di bulan ke bulan pun Amel boleh pergi." katanya.[Ajtehpost]
---
Komentar anda

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda