Semakin pohon tersebut meninggi maka sudah sewajarnya pula, angin yang menerpa pucuk pohon pun akan semakin kencang |
PKS tak ubahnya rumah singgah yang dirawat indah. Setiap kali ada
kotoran, orang mudah melihatnya. Saat ada bercak hitam sekecil apapun,
siapapun teriak. Ada yang santun, "Maaf pak, khawatir khilaf .. mohon
dibersihkan!" Ada yang teriak kencang, "Wooy itu kotoran kelewat!" Ada
pula yang cenderung kasar, "Dasar, ngakunya aja partai dakwah! Omdo!" Ia
teriak sembari merokok, lupa shalat, dan sendirinya habis menikmati upah sebagai tukang buru babi hutan.
Tapi itulah realitas. Penjelasan Jubir PKS tentang dukungan Pencapresan Megawati, menjadi headline di medsos dan media nasional. Komentar pun beragam. "Tuh kan, apa gua kata! Yang namenye politik, kagak ada musuh abadi, yang ada kepentingan abadi!" Itu komentar hebat. Ada pula yang komen, "Segitunya ya pengen berkuasa! Dah tahu perempuan haram jadi presiden!" Nah ada yang komen lebih nyinyir, "Mbuh, apa maunya PKS. Makin jauh dari Islam! Jauh dari syariah!" Dahsyat bukan?
Uniknya, para komentator itu datang dari pihak luar, pengamat fresh from the oven, atau dari mantan kader yang memori alam bawah sadarnya, masih belum bisa melupakan PKS. Nah anehnya, hampir tak ditemukan komentar miring para kader. Orang menyebutnya fanatik buta. Taklid pada qiyadah. Bahkan ada yang menjuluki, kader PKS, manusia setengah gila. Entahlah! Satu hal yang pasti, semua kader tengah sibuk dengan kerja diiringi cinta meraih harmoni. Semua sibuk. Hampir tak ada waktu untuk menjadi komentator. Karena yang dihadapan kader-kader adalah: kerja .. kerja .. kerja. Sesuai intruksi Presiden PKS, "Menjadi otak, tulang punggung, dan hatinya Indonesia." Tugasnya bekerja. Percaya pada qiyadah. Toch semua akan diminta pertanggungan jawab di hadapan Allah Ta'ala. Titik!
Saya memandang, setelah peristiwa dramatisasi kasus LHI, psikologis kader-kader PKS nampak semakin matang dan dewasa. Tidak lagi sentimentil, apalagi terpancing untuk melakukan kebodohan yang sama menjadi komentator ulung. Kader-kader PKS nampak patuh dengan nasihat Syaikh Mutawalli Sya'rawi. Ulama kharismatik Mesir dengan tafsirnya Tafsir Asy-Sya'rawi. Beliau mengatakan, "Pejuang sejati itu tak akan bersedih kala berjumpa lawan. Berduka saat diterjang lawan, adalah ciri dari kepandiran. Sedang pejuang yang cerdas, ia akan serap seluruh keutamaan lawan."
Menurut Syaikh Sya'rawi, lawan atau musuh justru sangat bermanfaat. Di antaranya;
1. Lawan-lawan yang antipati, ia akan menjadi parameter kesigapan dan kegesitan gerak.
Tengoklah petarung-petarung unggul. sejarah membuktikan, ciri petarung unggul adalah selalu mengukur siapa lawan yang akan dihadapi. Jangan sampai untuk mengcounter status di FB atau celaan di Twitter, seorang Juru Bicara DPP PKS meladeninya. Jika terdorong melayani, berarti PKS tak akan lagi punya energi untuk menghadapi lawan tanding yang setara.
2. Lawan-lawan yang mengkritisi, jadikan ia sebagai parameter menuju keistiqamahan terbaik. Hingga tidak ada lagi celah untuk melenceng atau terseret rayuan-rayuan mafia.
Divonisnya LHI dengan 16 tahun penjara, tentu sangat menyakitkan. Terlebih vonis atas praktik korupsi yang baru "terduga". Kader-kader PKS sering gelagapan saat disinggung masalah "Sapi". PKS= Partai Korupsi Sapi. Menghadapi tipe demikian, kita tidak perlu capek memberi penjelasan. Biarkan uneg-uneg para pengkritik itu tertumpah. Jika perlu dengan segala keresahan ia tumpahkan. Lalu kita menjawabnya dengan amal nyata. Bagi PKS, presiden Partai itu bukan jabatan suci yang untouchable. Jika salah, monggo dihukum. Jika tidak bersihkan dan rehabilitasi nama baiknya.
3. Lawan-lawan pencaci maki (haters), jadikan ia sebagai pelecut bagi seluruh kader-kader PKS untuk mengerahkan segenap potensi spesial untuk meraih kebaikan paling utama.
Jadi kalau ambisi PKS menjadikan Indonesia sepenggal Firdaus. Lalu sepi rintangan dan kritikan dari lawan atau haters. Dipastikan, yang dicapai bukan sepenggal Firdaus. Tapi hanya seteguk obat bius yang melalaikan. Ingatlah bahwa pujian atas amal yang tidak dilakukan, adalah musibah. Sedang pujian untuk amal yang dilakukan, adalah ujian. Oleh karena itu, sepatutnya kader-kader PKS tidak larut dalam cemberut karena diajak ribut. Pun tidak lepas kontrol atas prestasi yang poll. Sikap demikian adalah manifestasi dari keluhuran ikhlas.
Menyerahlah wahai kader-kader PKS! Menyerah untuk tidak terbawa dagelan yang ditabuh para haters. Menyerahlah untuk tidak egois. Kadang egois itu cerminan dari pesimistis. Ingatlah bahwa bumi memiliki laut untuk langit dan langit memiliki hujan untuk bumi. Terkadang ada baiknya jiwa kader dakwah itu seperti hamparan bumi dengan lautannya yang luas. Kuat menahan derasnya hantaman air hujan! Namun hujan itulah yang menumbuhkan tanaman harapan. Berbahagialah kader-kader PKS! Saatnya untuk menyerah pada gelisah fitnah!
C: 22;16/27/01/14
By:Nandang BUrhanudin
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda