Breaking News
Loading...
Sabtu, 01 Februari 2014

Info Post

PAPUA - Manajemen Freeport Indonesia terpaksa menurunkan big boss mereka keluar dari kandangnya di Arizona untuk bertemu jajaran pemerintah terkait, guna melanjutkan negosiasi akhir, agar freeport memperoleh ijin eksport atau segala keperluan dari penerapan UU Mineral dan Batu Bara Indonesia. Pembicaraan antara presiden FCX dengan kementerian terkait (Menkoperekonomian, Menkeu, ESDM), pada 29 Januari 2014 malam hari ini, belum menemukan kesepakatan. Pemerintah Indonesia tetap bersikukuh menerapkan UU N0.4 Tahun 2009 yang dilapisi dengan PP. N0.1 Tahun 2014. Freeport tetap minta keringanan, berupa penurunan pajak eksport, bahkan meminta pemerintah Indonesia menaati Kontrak Karya II, yang mana perusahaan asing harus mendapat perlindungan dari UU nasional.

Begitu panas neh negosiasi ini, hasil pembicaraan pun misteri. Menteri ESDM Jero Wacik usai pertemuan langung menghadap presiden RI. Sementara presiden Freeport pusat, Richard Anderkson memilih bungkam kepada media. Menteri terkait pun menjawab dengan formal saja, tanpa detail apa hasil bicara malam-malam di gedung negara itu. Menkeu dikabarkan menolak tawaran freeport untu menurunkan kebijakan pajak yang diberlakukan menteri uang negara itu. Sementara, dari ESDM maupun Menko Perekonomian, sama-sama satu suara, freeport wajib bangun smelter.

Proses negosiasi Freeport dengan pemerintah Indonesia saat ini pun mendapat ulasan dari para analis sekaligus penasihat idustri pertambagan dan perusahaan internasional di Amerika. Pada kolom-kolom artikel tentang freeport, mereka tak kalah ributnya. Menurut analis yang tergabung dalam FCX groub tersebut, menasihati perusahaan induk agar tidak lagi mengandalkan tembaga dalam usahanya, dan seharusnya beralih ke minyak dan gas. Bagi mereka, untung rugi dari negosiasi saat ini, bila Indonesia tetap tahan menjalankan UU baru, pilihannya adalah freeport terpaksa menutup grasberg, namun imbasnya kerugian sementara pasti terjadi, namun freeport tetap aman dalam skala jangka panjang. Mereka juga khawatir bila freeport tutup grassberg di Papua, pemerintah Indonesia kurang pemasukan dana dari pajak pertambangan, sebab setoran terbesar dari grassberg berupa pajak.


Point-point Negosiasi

Selain freeport, Newmont juga bernegosiasi. Sebab dua perusahaan dari AS ini, sampai sekarang belum mendapat surat resmi dari ESDM dalam bisnisnya di Papua maupun Sulawesi. Tarik menarik pun terjadi sampai sekarang. Apa saja syarat-syarat yang belum lengkap:
Syarat yang menjadi regulasi pihak Indonesia kepada seluruh pertambangan asing maupun lokal, diantaranya:
  1. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No 6/PMK.011/2014 memutuskan, BK diterapkan secara progresif antara 20-60 persen mulai 2014 hingga 2016. Untuk konsentrat tembaga, BK dikenakan 25 persen pada 2014, meningkat menjadi 35 persen semester pertama 2015, 40 persen semester kedua 2015, 50 persen semester pertama 2016, dan 60 persen semester kedua 2016. Di luar tembaga yakni konsentrat besi, mangan, timbal, seng, besi ilmenit, dan titanium, BK dikenakan 20 persen pada 2014, 30 persen semester pertama 2015, 40 persen semester kedua 2015, 50 persen semester pertama 2016, dan 60 persen semester kedua 2016.

  2. Selain pengolahan sampai kadar 30 persen di PT Smelting sekaligus freeport tunjukan bukti telah menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan pengolahan, sebagai bentuk komitmen terhadap UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba. Harus ada bukti nyata berupa hasil pengolahan dan pemurnian. “MoU belum cukup. Pemerintah belum lihat keseriusannya. Dokumen kerjasamanya belum dia tunjukkan, hasilnya juga belum ada.

  3. Persyaratan yang harus dipenuhi Freeport dan Newmont untuk mendapatkan rekomendasi izin ekspor dari ESDM adalah melaporkan cadangan yang dimiliki.

  4. Freeport maupun Newmont harus melaporkan teknologi apa yang dipakai karena butuh optimalisasi yang diambil.

  5. Kapasitas produksi

  6. Kedua perusahaan AS itu juga harus melaporkan negara tujuan ekspor.

  7. Pengolahan dan pemurnian tidak sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain, maka perusahaan harus menunjukkan MoUnya kepada pemerintah.
Versi freeport sebagaimana diungkapkan manajemen perusahaan dalam proses negosiasi berjalan.
  1. Freeport maunya mengantongi izin ekspor barang hasil pertambangan sebelum bisa membangun smelter.

  2. Freeport tetap ingin mengekspor dalam bentuk konsentrat, dengan konsekuensi dikenakan bea keluar yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya, maka mereka minta keringanan pajak yang diterapkan oleh Menteri Keuangan.

  3. Poin lainnya, biaya untuk membangun smelter baru yang besarnya seperti milik PT Smelting (di Gresik), butuh investasi besar yang diperkirakan lebih dari dua miliar dolar AS atau setengah dari dana otsus Papua 50 trilyun (42 trilyun).

  4. Keberatan administrasi lain adalah, sesuai kontrak karya, seluruh perusahaan asing sesuai UUPMA 1967, pemerintah wajib lindungi perusahaan asing dari regulasi UU nasional. Dalam hal ini, UU Minerba 2009, dikesampingkan dan kedua pihak duduk sepakati sendiri.
Sekarang, muncul wacana freeport bila tidak mendapat konsensi dari pemerintah, mereka minta diselesaikan di pengadilan arbitrase (tribunal) yang bermarkas di Belanda. Menanggapi ini, pemerintah siap. “(Arbitrase) itu hak dia (Freeport). Kami harus hadapi. Dan saya dengar Newmont juga ingin melakukan hal yang sama. Ini konsekuensi yang mesti dihadapi,” tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa di kantornya, Jakarta, Kamis (31/1/2014). Meski begitu, dia mengatakan bahwa Freeport Indonesia maupun perusahaan induknya yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) tidak akan menempuh jalur arbitrase untuk menyelesaikan persoalan BK tersebut. Hatta mengakui, hal ini diutarakan CEO dan Presiden Freeport McMoran and Gold Inc Amerika, Richard Adkerson saat menggelar rapat internal bersama dirinya, Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Menteri Keuangan Chatib Basri, malam (29/1/2014). “Saya belum ketemu Newmont. Tapi Freeport memang bilang tidak bawa ke arbitrase,” katanya. Namun dia menegaskan, pemerintah akan tetap menjalankan kewajiban pengolahan dan pemurnian (smelter) meskipun dalam aturan Kontrak Karya (KK) tak mencantumkan hal tersebut. Namun ada Peraturan Pemerintah (PP) dan dua Peraturan Menteri (Permen) dari Kementerian ESDM serta Kementerian Perdagangan. Sedangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengatur terkait BK 60%.


Mampukah Indonesia jinakkan dua monster dari AS ini?

Freeportmonster baku dukung dengan Newmonster, saat ini tebarkan ancaman kemana-kemana. Dari ancam PHK 30 ribu karyawan, penutupuan tambang hingga membawa masalah ini ke meja hijau. Ancaman terakhir ini sebagaimana telah saya urai pada, artikel sebelumnya. Terserah penguasa Indonesia, masih mau dilahap oleh para drakula pertambangan ini atau tidak. Yang jelas, pahit getirnya konstitusi negara, faktanya dicabik-cabik akibat ulat para monster asing tersebut. Maka, pilihannya, jinakkan barang galak ini atau membunuhnya?

Ancaman PHK dari penguasa tambang dunia ke Indonesia ini, dibantahkan oleh mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli menilai PT Freeport Indonesia telah berbohong akan melakukan PHK pegawainya. Hal itu disebabkan karena pembangunan pabrik pemurnian bahan tambang (smelter) yang membutuhkan anggaran besar. “Ancaman PHK dari Freeport itu bohong,” ujar Rizal kepada (kompas.com) di Hotel Ritz Carlton Selasa (28/1/2014). Rizal menilai Freeport akan menuruti kemauan pemerintah untuk membangun pabrik smelter. Pasalnya Freeport dinilai meraup keuntungan paling besar di Indonesia jika dibandingkan negara-negara penghasil tambang lainnya. “Keuntungan paling besar Freeport ada di Indonesia bukan Chile, atau Brazil,” ungkap Rizal.

Sebelumnya juga kabar PHK sudah dibantah oleh Prof. Yusril Izha Mahendra dan Pengamat Perminyakan, Kurtubi, Sebagaimana dilansir (rplasa.com 7 Januari 2014). Kurtubi menyampaikan, dengan adanya kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri akan lebih banyak menciptakan lapangan kerja, peningkatan nilai lebih pertambangan mineral. Meski pun demikian ia menilai, penerimaan dari sektor tambang ini relatif lebih kecil dibanding pajak. “Nanti, industri-industri itu yang memanfaatkan bijih tembaga harus ada di Papua, atau NTT. Harus didorong seperti itu,” jelas Kurtubi. Sementara dari segi hukum, Profesor Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan justru kedua tambang (freeport maupun newmont) lolos dari jeratan UU N0.4 Tahun 2009. Perusahaan raksasa pertambangan asing yang ada di Indonesia, PT Freeport dan Newmont, terselamatkan dari Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) No.4/2009 yang diterapkan pemerintah per 12 Januari 2014, dengan tafsir RPP (sekang sudah jadi Peraturan Pemerinta), dua perusahaan tambang raksasa itu terselamatkan dari regulasi yang dibuat pemerintah, kata Yusril.

Nah, freeport sendiri, sejarahnya tahan banting dengan gejolak apapun selama 40 tahun lebih beroperasi di Indonesia. Tercatat ada dua kali force majeur. Disaat demo dan pemogokan para pekerja dan longsor yang memakan korban puluhan karyawannya. Selain itu, tragedi politik seperti status wilayah Papua Barat yang belum final kedalam NKRI, telah teratasi paska PEPERA 1969. Sekarang, giliran negosiasi pajak, sambil hambur ancaman sana sini. 


Perjalanan freeport dalam hal pendapatan, walaupun mengalami penurunan disaat force majeur, namun tak lama kemudian, kembali stabil, alias meraup untung. Laporan freeport akhir tahun 2013 mengungkapkan, anak perusahaan dari Freeport-McMoRan (FCX), Grasberg di provinsi Papua Indonesia, pada kuartal ke-IV (Q4), kinerja mengesankan pada akhir tahun 2013. Operasi Grasberg dilaporkan meningkatkan produktivitas sepanjang tahun 2013 dan bahkan diposting kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan kinerja konsolidasi Freeport. Operasi perusahaan Indonesia melaporkan biaya kas bersih tahunan sebesar $1,12 per pon tembaga, dibandingkan dengan biaya kas perusahaan konsolidasi bersih sebesar $1,49 per pon. Selain itu, bisnis di Indonesia menyumbang 21% penjualan tembang dan 91% emas hingga 2013. Mengingat angka-angka ini dan tambang Grasberg meningkatkan nilai dan biaya yang lebih rendah. Para penasihat freeport pun menulis bahwa bisnis Indonesia akan memainkan peran penting dalam kesuksesan perusahaan.[Kompasiana]
---
Komentar anda

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda