Charlie Hebdo tak mewakili agama, tapi dianggap memulai Perang Salib
Tindakan provokatif majalah Charlie Hebdo dengan memuat kembali
karikatur Nabi Muhammad pada edisi terbaru, Rabu, 14 Januari 2015, memicu
meningkatnya konflik antar agama di banyak negara.
Charlie Hebdo yang telah memuat berbagai karikatur
untuk menghujat para pemimpin agama, mengklaim tidak mewakili agama apa pun.
Walau begitu, sebagian masyarakat di negara-negara Islam melihat Charlie Hebdo
sebagai upaya provokasi umat Kristen.
Dilansir dari BBC, banyak surat kabar di Timur Tengah, bahkan yang
selama ini memiliki pandangan moderat, mengkritik sampul depan Charlie Hebdo
yang memuat karikatur Nabi Muhammad sedang meneteskan air mata, serta memegang
tulisan "Je Suis Charlie."
"Charlie Hebdo melanjutkan
provokasinya," demikian judul utama di halaman depan surat kabar Yordania,
Al-Dustour. Bahkan di Aljazair, surat kabar Echourouk menyebut Charlie Hebdo
berusaha memulai Perang Salib terbuka terhadap Muslim.
Surat kabar di banyak negara Muslim lainnya juga
menyampaikan kritik tajam, mengecam tindakan provokatif Charlie Hebdo serta
Pemerintah Prancis yang membiarkannya. Sementara beberapa media Barat, menulis
peringatan akan dampak edisi terbaru Charlie Hebdo.
"Dikhawatirkan Charlie Hebdo mungkin memicu
kekerasan lanjutan," tulis New York Times di halaman depannya. Di Turki,
sejumlah cendekiawan mendesak Prancis dan negara-negara lain, menjadikan
penghinaan terhadap agama sebagai pelanggaran hukum.
Idris al-Driss dalam artikelnya di surat kabar
Arab Saudi, Al-Watan, menulis bahwa kebebasan berekspresi harus berakhir, dan
tidak melewati batas yang menyerang rasisme. "Penghinaan terhadap agama,
harus dianggap sebagai rasisme," tulisnya.
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda