Aryanto Toytib
Seorang
teman yang mengajar mata pelajaran matematika dan fisika, saat jeda jam
mengajar, di ruang guru tampak sibuk mengkoreksi hasil pekerjaan siswa.
Meski sibuk, seperti biasa dari mulut setiap guru, bergantian tak
pernah berhenti meluncur kisah-kisah yang dialaminya di kelas.
Teman yang satu ini, tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepala. Betapa tidak, dia mencoba memberikan soal-soal hitungan dasar pecahan kepada siswa kelas X SMK. Seingat saya, bentuk hitungan pecahan seperti itu suadah dipelajari sejak kelas IV SD. Tapi, banyak siswa yang tampak dari hasil pekerjaannya belum menguasai operasi perhitungan dasar ini.
Saya jadi berfikir, inikah hasil dari sistem pendidikan kita selama ini. Merka bisa lulus dari SD setelah mengikuti UASBN dan lolos dari SMP setelah mengikuti UN. Nilai matematika di SKHUN-nya pun rata-rata tidak kurang dari 7, bahkan penasaran saya cek salinan SKHUN mereka, dan WOW nilai UN SMP Matematika 8,5. Sebuah nilai yang jaman saya sangat luar biasa, karena jaman saya SMP nilai tertinggi se kabupaten cuma 8.
Lha, kenapa bisa mereka lulus UN SMP, sementara menjumlah dan mengurang bilangan pecahan saja belum menguasai? Ada apa dengan sistem pembelajaran di SD dan SMP? Ini kah hasil dari standarisasi nasional yang berwujud UN SMP.
Teman yang satu ini, tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepala. Betapa tidak, dia mencoba memberikan soal-soal hitungan dasar pecahan kepada siswa kelas X SMK. Seingat saya, bentuk hitungan pecahan seperti itu suadah dipelajari sejak kelas IV SD. Tapi, banyak siswa yang tampak dari hasil pekerjaannya belum menguasai operasi perhitungan dasar ini.
Saya jadi berfikir, inikah hasil dari sistem pendidikan kita selama ini. Merka bisa lulus dari SD setelah mengikuti UASBN dan lolos dari SMP setelah mengikuti UN. Nilai matematika di SKHUN-nya pun rata-rata tidak kurang dari 7, bahkan penasaran saya cek salinan SKHUN mereka, dan WOW nilai UN SMP Matematika 8,5. Sebuah nilai yang jaman saya sangat luar biasa, karena jaman saya SMP nilai tertinggi se kabupaten cuma 8.
Lha, kenapa bisa mereka lulus UN SMP, sementara menjumlah dan mengurang bilangan pecahan saja belum menguasai? Ada apa dengan sistem pembelajaran di SD dan SMP? Ini kah hasil dari standarisasi nasional yang berwujud UN SMP.
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda