Legalisasi lokalisasi bagi para wanita tuna susila (WTS) saat ini masih menjadi kontroversi.
Saat kontroversi mengenai lokalisasi ini kian santer, organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) mewacanakan legalisasi lokalisasi.
Keputusan itu bukan asal ngomong, melainkan hasil dari bahtsul masail, atau pembahasan masalah-masalah terkini dengan dicarikan dasar dari kitab-kitab fiqih ulama terdahulu.
Wacana legalisasi lokalisasi ini ditulis dalam situs resmi Nahdlatul Ulama, www.nu.or.id yang dipublikasikan pada 27 Januari lalu. dalam artikel yang merupakan hasil Bahtsul Masail Diniyah Lembaga Kesehatan NU tentang Penanggulangan HIV-AIDS, dikatakan bahwa HIV/AIDS telah benar mewabah di Indonesia. Penyebarannya pun sudah sampai pada hampir semua kabupaten di Indonesia. Penyakit HIV yang salah satu penularannya disebabkan oleh pola hubungan yang tidak aman ini sering dialamatkan pada pekerja seks yang menjadi biang keladinya. Wabah AIDS sudah menjadi ancaman serius bagi bangsa.
"Pada hakikatnya, kewajiban pemerintah adalah menegakkan keadilan bagi masyarakat sehingga kemaslahatan tercapai. Pemerintah harus membuat regulasi yang melarang praktik perzinahan dan pada saat yang sama menegakkan regulasi tersebut. Inilah maslahah ammah yang wajib dilakukan pemerintah," demikian tulis artikel tersebut.
Dalam artikel tersebut juga ditulis, lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.
"Tujuan ini akan tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya. Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus diatasi. Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi juga harus ditindak tegas."
Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.
Dalam artikel tersebut juga disebutkan dasar legalisasi lokalisasi, seperti ditulis dalam kitam Ibn Nujaim Al-Hanafi al-Asybah wa an-Nazhair, tahqiq Muthi` Al-Hafidz, Bairut-Dar Al-Fikr, halaman: 96).
"Bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan."
Lebih lanjut lagi dijelaskan dalam kitab Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Ilam al-Muwaqi'in an Rabbi al-Alamin, tahqiq: Thaha Abdurrouf Saad, Bairut- Dar al-Gel, 1983. M, vol: III, h. 40)
"Inkar terhadap perkara yang munkar itu ada empat tingkatan.
Pertama: perkara yang munkar hilang dan
digantikan oleh kebalikannya (yang baik atau maruf);
kedua: perkara
munkar berkurang sekalipun tidak hilang secara keseluruhan;
ketiga :
perkara munkar hilang digantikan dengan kemunkaran lain yang kadar
kemungkrannya sama.
Keempat: perkara munkar hilang digantikan oleh
kemungkaran yang lebih besar.
Dua tingkatan yang pertama diperintahkan
oleh syara, tingkatan ketiga merupakan ranah ijtihad, dan tingkatan
keempat hukumnya haram".
(merdeka/6/2/14)
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda