Tayangan Ramadan di televisi swasta lebih banyak memanfaatkan keinginan
pihak manajemen dalam berbisnis. Akibatnya, tayangan tersebut tidak
fokus dalam dakwah. "Contohnya, banyak artis menggenakan jilbab yang
asal-asalan. Bahkan usai Ramadan, jilbab kembali dilepas sehingga tidak
membekas. Ada juga yang mengenakan baju muslimah yang begitu ketat.
Tentunya, kurang bagus mengingat ditonton masyarakat luas," papar Dekan
Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Adang
Hambali, M.Si
Di sisi lain, lanjut Adang, seharusnya puasa
dijadikan ajang latihan kejiwaan. Ibarat sebuah mobil, ada karoseri dan
sopir. Di mana, penjiwan itu mesin. Tentunya, lebih baik lagi mesinnya
bagus serta usai puasa latihan jiwa juga bagus. Adang justru mengusulkan
pengelola televisi senantiasa menampilkan road to pesantren, agar
masyarakat mengetahui bahwa masih ada pesantren yang jauh dan kumuh.
Adang menyayangkan pihak televisi lebih mengedepankan sisi hiburan,
termasuk artis pornografi atau terlibat narkoba. Dialog mereka saling
mencela, meledek dan saling "menyakiti". (gm)
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda