Kebencian kalangan Budha Rakhine terhadap etnis Muslim Rohingya
melebihi kebencian terhadap iblis dan musuh terjahat mereka sekalipun.
Sepertinya, mereka tidak hendak menyisakan segelintir etnis Rohingya di
Myanmar.
Sejak merdeka, Muslim Rohingya dipaksa mengubah nama, dilarang
menjalankan agama, memberlakukan pajak yang berat dan dicegah bepergian
diluar tempat tinggal mereka. Selebihnya, diusir dari kampung halaman.
Sekalipun, mereka telah tinggal dikawasan itu dari generasi ke generasi,
jauh sebelum negara Myanmar itu sendiri ada.
Jika mampu, pemerintah Myanmar mungkin akan memaksa mereka mengganti
warna kulit dan agama mereka untuk alasan yang sederhana, keberadaan
Muslim Rohingya mengancam eksistensi Budha.
Walhasil, puluhan ribu dari mereka terusir dari kampung halamannya,
ditolak memasuki negeri Muslim yang miskin Bangladesh, diusir dari
negara tetangga,Thailand dan terapung-terapung di lautan sebagai manusia
kapal.
Di bawah dukungan rejim militer Myanmar dan tatapan bisu dunia,
pembersihan etnis itu terus dan sedang berlangsung. Gerombolan etnis
Rakhine baru saja menyerang pemukiman Muslim: 4 orang tewas, 50 orang
terluka dan lebih 100 rumah mereka dibakar. Menambah etalase tragedi
tahun lalu yang merenggut nyawa ratusan muslim dan ratusan ribu rumah
mereka yang dibakar dan dijarah. Sementara ratusan ribu lainnya terpuruk
dalam pengungsian kumuh di sepanjang perbatasan Bangladesh.
Hanya sayang, pemerintah Indonesia menganggap tragedi itu tidak ada.
Indonesia tidak hendak memasukkan elemen perlindungan Muslim dan catatan
HAM atas negara terbelakang di ASEAN ini, baik dalam forum ASEAN maupun
hubungan bilateral.
Pemerintah via kementerian BUMN tengah bersuka cita atas tawaran
investasi di Myanmar. Karenanya, Dahlan Iskan mungkin tidak memandang
perlu empati atas nasib Muslim Rohingya saat menjamu Menteri Energi
Myanmar di sebuah restoran di Jakarta atau sekedar ‘bertanya’ nasib
saudara Muslim mereka di Myanmar.
Tentu ini catatan buruk bagi sebuah negara yang menyandang status
sebagai negara demokrasi terbesar di dunia Islam. Kepedulian itu menjadi
penting jika bukan karena kesamaan identitas (Muslim), tentu karena
alasan kemanusiaan. Tragedi kemanusiaan ini terjadi di halaman belakang
(backyard) rumah kita.
Penulis buku Kebangkitan Pos-Islamisme
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda