(www.lasdipo.com)
– Para pemuda yang berada di perkotaan Indonesia dengan usia 15-19
tahun kini lebih memilih untuk menikah dalam usia muda. Inilah yang
membuat pemerintah galau maka saya mengambil tema “Nikah Muda; Pilihan
Tren Pemuda VS Pemerintah Galau.”
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melampirkan data bahwa rasio nikah di waktu muda (nikah dalam usia muda) naik 32% daripada tahun sebelumnya.
Pemerintah (dalam hal ini termasuk Kepala BKKBN, Fasli Jalal) dalam kegalauan mengungkapkan keresahannya, “Nikah muda kini menjadi sesuatu yang aneh dan mengejutkan. Padahal, kita kan tahu wilayah perkotaan tingkat pendidikan dan akses mendapatkan informasi lebih tinggi.” Saat acara Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) Expo di Atrium Senayan City, Ahad (26/01/2014).
Saking galaunya pemerintah menggencarkan program Generasi Bencana. Program yang berisi doktrin untuk menegaskan perihal terkait Keluarga Berencana. Oooh, tidak bisa.
Kenapa pemerintah harus galau dengan merebaknya nikah muda?? Seharusnya mereka galau lantaran kasus perzinaan yang merajalela, tingkat aborsi yang meningkat, tingginya kasus pemerkosaan, dan kebejatan-kebejatan asusila lainnya.
Selaku muslim setidaknya kita berfikir jernih. Nikah Muda lebih banyak manfaat atau madharatnya? Banyak yang berfikir kalau nikah muda dianggap belum punya pondasi kuat, lebih-lebih nikah lantaran sebuah keterpaksaan, misal : MBA ‘Married By Accident’ (kawin diluar nikah) wal iyadzu billah bila terjadi ‘kehamilan yang tidak direncanakan’.
Hebatnya, nikah muda adalah suatu kewajiban. Pernikahan di usia muda malah lebih awet di karenakan kedewasaan mereka (pemuda –red) telah tertempa oleh keadaan. Kesulitan hidup tidak membuat mereka harus mengakhiri pernikahannya. Mereka berusaha untuk tetap berada dalam pernikahan bagaimanapun kondisi badai yang menghantam sehingga mereka lebih tahan banting.
Banyak hikmah dan manfaat yang didapat dengan nikah muda, Al Fadhil Abu Ammar Ali Al-Hudzaifi Hafizhahullah menguraikan sebagai berikut :
Pertama, nikah di waktu muda akan meminimalisir terjadinya perbuatan asusila dan perilaku menyimpang di kalangan muda-mudi.
Kedua, dekatnya jarak usia antara orang tua dan anak sehingga perbedaan umur di antara mereka tidak terlalu jauh. Dengan begitu, orang tua masih cukup kuat memperhatikan dan merawat anak-anak, sebagaimana anak-anak itu pun nanti akan dapat mengurus dan melayani mereka.
Di dalam buku Man, The Unknown hal. 215, Dr. Alexis Carell -yang mengkritik peradaban materialistik Barat melalui buku tersebut- mengatakan, “Semakin dekat jarak waktu yang memisahkan antara dua generasi, semakin kuat pula pengaruh moral orang tua terhadap anak-anak. Oleh karena itu, para wanita seharusnya menjadi ibu di usia muda, agar mereka tidak terpisahkan dari anak-anak mereka oleh jurang begitu lebar yang tidak mungkin ditutup sekalipun dengan cinta.”
Ketiga, terhindar dari dampak-dampak negatif
Saat belum mampu menikah, anak-anak muda akan senantiasa dihinggapi lintasan-lintasan pikiran yang mengganggu. Pelampiasan nafsu akan menjadi maksud dan tujuan yang paling penting. Apalagi saat mereka keluar bersama teman-teman sepergaulan yang tidak baik, ditambah keadaan perilaku mereka sendiri yang buruk. Hal ini akan berdampak negatif terhadap agama mereka. Dan bekas dari dampak negatif ini akan tetap ada sekalipun mereka telah menikah. Ada sebagian dari mereka yang belum juga dapat mengatasi sisa dampak negatif tersebut. Sedangkan nikah di waktu muda akan menghindarkan mereka dari dampak-dampak negatif itu dan memalingkan perhatian mereka kepada hal-hal yang lebih utama untuk diri mereka sendiri.
Oleh karena itu, anda dapat menemukan anak-anak muda belia yang berusaha dan bekerja keras, memeras keringat dan membanting tulang untuk menghidupi keluarga. Bukan sebaliknya, dengan umur yang sudah lebih tinggi malah menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak jelas, menjalin hubungan dengan perempuan bahkan masih menjadi beban tanggungan orang tua.
Keempat, memiliki tingkat kemungkinan hamil yang tinggi. Kehamilan pada masa menikah bagi perempuan di usia dini lebih tinggi tingkat kemungkinannya dibandingkan pada usia lain sebagaimana yang dapat dilihat nanti dari keterangan para dokter.
Kelima, meningkatkan jumlah populasi suatu umat. Umat yang kaum mudanya melakukan nikah di waktu muda akan mengalami peningkatan jumlah populasi yang lebih besar dari umat lain.
Keenam, meringankan beban para ayah yang tergolong fakir, dan menyalurkan hasrat sang suami dengan cara yang syar’i.
Ketujuh, memenuhi kebutuhan sebagian keluarga, misalnya akan keberadaan seorang perempuan yang mengurus dan menangani keperluan rumah tangga mereka.
Kedelapan, kemandirian kedua suami istri dalam memikul tanggung jawab dengan tidak bergantung kepada orang lain.
Efek Negatif Menunda Pernikahan
Menunda pernikahan memiliki dampak-dampak negatif yang diakui sendiri oleh musuh-musuh Islam. Dampak negatif tersebut cukup banyak, di antaranya:
Pertama, studi ilmiah dan riset internasional menetapkan bahwa tidak ada peningkatan komplikasi kehamilan pada wanita yang berusia antara 15 sampai 19 tahun. Sedangkan komplikasi yang terjadi pada wanita hamil yang berusia kurang dari 15 tahun, relatif sedikit. Ini adalah temuan seorang ilmuwan Amerika, Satin dari Rumah Sakit Parkland di Texas.
Kedua, menunda-nunda pernikahan dapat mengakibatkan keengganan atau lemahnya semangat para pemuda untuk menikah sehingga fenomena hidup melajang menjadi marak.
Bahkan dalam buku Al-’Unusah Mu’aanah Insaniyyah Tuhaddid Al-Bina’ Al-Ijtima’i, Dr. Nuha ‘Adnan Qathraji mengatakan :
“Realita perawan/jejaka tua yang mencapai angka cukup mengkhawatirkan di negara-negara sekarang, memberi kita informasi tentang cukup membahayakannya permasalahan ini. Dan bahwa ia sangat membutuhkan solusi. Salah satu sumber data statistik mengenai hal tersebut adalah dari Badan Pusat Logistik dan Statistik di Mesir yang menerangkan bahwa 9 juta laki-laki dan perempuan Mesir tergolong sebagai perawan/jejaka tua, dari total jumlah penduduk sebesar 76 juta jiwa.
Sedangkan di Saudi, angka ini mencapai 1 juta orang dari total jumlah penduduk sekitar 25 juta. Lembaga Penelitian Sosial Salman di Riyadh melakukan riset seputar fenomena perawan/jejaka tua di negara-negara teluk dan didapatkan bahwa angka perawan/jejaka tua di Qatar mencapai 15%, di Kuwait 18% dan di Bahrain 20%.
Kemudian Badan Statistik di Al-Jazair menerangkan bahwa terdapat 4 juta perempuan yang belum menikah, padahal usia mereka sudah lewat 34 tahun. Sedangkan jumlah jejaka tua mencapai angka 18 juta dari total jumlah penduduk sebesar 30 juta jiwa.
Di Saudi, sebuah riset ilmiah yang dilaktkan oleh Dr. Abdullah Al-Fauzan, dosen sosiologi di Universitas King Saud di Riyadh memberikan peringatan akan ancaman bahaya fenomena lajang tua. Ia menuturkan bahwa kalau fenomena penundaan pernikahan terjadi terus menerus di masyarakat maka akan ada 4 juta perempuan yang menjadi perawan tua pada lima tahun mendatang, di saat angka perawan tua yang ada sekarang ini telah mencapai satu setengah juta perempuan. Jadi secara global, negara-negara yang memberlakukan penangguhan usia nikah, di dalamnya akan banyak terjadi fenomena perawan/jejaka tua.”
Ketiga, semakin mundur usia nikah maka semakin menurun pula semangat orang untuk menikah.
Keempat, rentan terkena penyakit kanker.
Kanker payudara dan kanker rahim lebih sedikit terjadi pada wanita-wanita yang sudah mengalami kehamilan dan persalinan di usia muda.
Kelima, terjadinya kehamilan di luar rahim
Keenam, aborsi.
Ilmuwan Amerika, Hawen, menyatakan bahwa perbandingan jumlah kasus aborsi pada wanita di atas usia 35 tahun, bisa mencapai 2 s/d 4x lipat lebih besar.
Ketujuh, seringnya operasi caesar, kelahiran prematur, cacat fisik, kematian janin di dalam rahim atau setelah lahir. semuanya secara relatif akan semakin besar kemungkinannya manakala usia sang ibu hamil juga bertambah.
Ketentuan-ketentuan Nikah di Waktu Muda
Mengatakan bahwa nikah di waktu muda itu pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam, tidak berarti kemudian ia di bolehkan secara mutlak dengan semua perempuan dan pada segala keadaan. Sebab pada sebagian perempuan, terdapat beberapa kondisi yang menunjukkan bahwa lebih baik ia tidak menikah secara dini.
Yang kami ingkari tidak lain hanyalah penetapan undang-undang umum yang melarang semua perempuan secara mutlak untuk melakukan nikah di waktu muda -sekalipun perempuan itu sendiri sebenarnya memiliki kesanggupan- tanpa melihat perbedaan keadaan yang ada.
Di sini kami akan menyebutkan beberapa ketentuan yang perlu disertakan dalam sebuah nikah di waktu muda agar ia tidak mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Di antara ketentuan tersebut adalah:
Pertama, perempuan harus sudah siap secara fisik.
Kedua, perempuan tersebut sudah matang secara mental dan terdidik untuk dapat memenuhi tanggung jawab. Ini tidak berarti bahwa ia harus menguasai seluk beluk kehidupan berumah tangga seperti bagaimana berinteraksi dengan suami, bagaimana mengasuh anak dan sebagainya. Sebab hal-hal seperti ini juga masih butuh untuk dikuasai bahkan oleh para wanita dewasa terutama di zaman sekarang.
Kalau nikah di waktu muda itu dilarang karena alasan ini maka berarti kita harus melarang pernikahan secara mutlak. Jadi yang kami maksud adalah bahwa perempuan tersebut sudah memahami arti tanggung jawab. Kalau ada beberapa kekurangan tersebut setelah menikah, sambil terus belajar dari ibu, mertua atau wanita lainnya.
Salah satu dalil yang menunjukkan perlunya memperhatikan dua aspek di atas, yaitu kesiapan fisik dan kematangan mental, adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tidak memerintahkan seluruh pemuda untuk menikah. Beliau hanya memerintahkan mereka yang benar-benar sudah siap menikah dengan memiliki Al-Ba’ah (kemampuan memberi nafkah). Ini menunjukkan bahwa kesiapan untuk menikah itu diperoleh dengan kemampuan menafkahi (berdasarkan nash hadits) dan hal-hal selain nafkah (berdasarkan qiyas atas nafkah tersebut).
Ketiga, pada pernikahan perempuan yang masih muda belia, lebih utama kalau usia si calon suami tidak jauh dari usia si perempuan, kecuali untuk suatu maksud yang dapat dibenarkan. Imam An-Nasa’i telah mengeluarkan sebuah riwayat di dalam Sunannya, demikian pula Ibnu Hibban di dalam Shahihnya serta Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak dan ia menilai shahih riwayat tersebut berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, dari Buraidah, ia berkata: “Abu Bakar dan Umar melamar Fathimah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Fathimah masih kecil.” Lalu Ali melamar Fathimah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam kemudian menikahkan Fathimah dengan Ali.” Sanad hadits ini shahih. An-Nasa’i meletakkan hadits ini di bawah bab berjudul: Menikahkan Perempuan dengan Seorang Pria yang Seusia.
Dari hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa usia si calon suami perlu diperhatikan, yaitu tidak jauh dengan usia si perempuan. Karena kedekatan jarak usia ini akan lebih dapat melahirkan keserasian di antara sepasang suami istri dan lebih dapat melanggengkan pernikahan mereka.
Adapun pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha maka beberapa hadits telah menunjukkan bahwa pernikahan tersebut dilandasi oleh sebuah mimpi. Dan mimpi para Nabi itu adalah benar. Jadi ia merupakan hal yang dikehendaki oleh Allah Subhanallahu Wa Ta’ala bagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
”Engkau diperlihatkan kepadaku di dalam mimpi selama tiga hari. Seorang malaikat datang membawamu di dalam sepotong kain sutera. Malaikat itu berkata: “Ini adalah istrimu.” Aku lalu menyingkap wajahmu, ternyata wanita itu adalah engkau. Aku pun berkata: Kalau ini berasal dari Allah maka Dia akan mewujudkannya.” (HR. Muslim)
Pernikahan yang penuh berkah itu pun menghasilkan kebaikan yang sangat besar. Namun demikian, kami tidak mengklaim bahwa ia hanya dikhususkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam saja. Sebab kami memang tidak memiliki dalil atas hal tersebut.
Tidak ada seorang pun yang dapat melarang pernikahan seperti itu selama ia memang akan menghasilkan suatu kemaslahatan. Pandangan ini berdasarkan pendapat yang dipegang oleh An-Nasa’i pada saat menentukan bab untuk hadits di atas, sebagaimana yang telah diterangkan.
Maka untuk apa menunggu lama-lama??? Menikahlah. [Shiddieq]
Dukungan Sumber: http://
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda