Para Pembaca pasti bertanya-tanya tentang saya, Admin E-Magazine, sekarang ini "Kok rajin bikin tulisan PKS pak? Emang PKS yang terbaik ya?"
"Ah nggak bro,. PKS bukan yang terbaik. Tapi setahu saya, PKS, partai yang pengurus dan anggotanya positif banyak yang baik."
"Saya gak suka PKS. Orang-orangnya fanatik."
"Oh ya! Emangnya di dunia ini bersih dari fanatik gitu pak? Suporter klub sepakbola aja, ada yang rela mati. Bahkan pendukung salah satu parta siap cap jempol darah. Saya fikir, fanatik hal manusiawi. Namun kader-kader PKS rata-rata fanatiknya konstruktif positif."
Itu adalah petikan artikel sebelumnya yang saya posting, meski itu bukan tulisan saya, tapi tulisan itu sedikit banyak mewakili mengapa saya begitu suka memposting tentang PKS, buat saya (admin E-Magazine), PKS itu unik, bagus dan tidak seperti yang diopinikan/dikatakan buruk oleh sebagian orang atau mungkin kelompok dan tidak ada kesamaan di partai-partai lain di Indonesia. (Tanggapan Admin E-Magazine)
Baca selengkapnya di PKS Bukan yang Terbaik
---
Menjelang tahun Pemilu 2014, PKS menjadi satu-satunya Parpol berhaluan
Islam yang didera ragam ujian dan pujian sekaligus. Apapun berbau PKS,
laris manis untuk dikomentari dan dicaci maki. Aktif di politik, dituduh
seperti babi. Pro aktif di sosial dianggap buang sial politik. Giat di
pemerintahan, dituduh PKeSisasi birokrasi. Hal yang tak terjadi
terhadap partai manapun. Bila partai lain salah, maka akan dianggap
lumrah. Namun jika PKS terpeleset, maka diposisikan keset.
Ada hal menarik jika kita cermat mengamati. Yaitu sikap PKS dan kader-kadernya menyikapi semua caci maki, bully, fitnah, hingga kriminalisasi, seperti sikap anak kecil dalam menyikapi ragam rintangan yang dihadapi. Saya menangkap kesan tersebut saat memperhatikan diskusi 3 tokoh PKS (HNW, Anis Matta, Kang Aher) di acara Interupsi yang dipandu Host wanita terkemuka, pengamat politik Burhanudin Muhtadi, dan disiarkan oleh Indonesiar (31/1/14). Semua tuduhan dan syak wasangka ditanggapi dengan tenang, cool, dan senyum.
Isu sentral yang ditanyakan, sangat mirip dengan nyinyir dan nasihat berbau fitnah, baik dari kalangan ormas, parpol yang malu-malu mendaftar di KPU, hingga aktivis mesos. Yaitu;
1. Isu Faksi Keadilan dan Kesejahteraan.
2. Isu Poligami.
3. Isu PekaEsisasi birokrasi.
4. Isu Korupsi.
5. Isu penggembosan oleh mantan kader-kader PKS.
Mengapa saya menyebut PKS seperti anak kecil? Jawabannya sebagai berikut;
Pertama; PKS selalu optimis dan tak pernah mau mengalah.
Didesak bahwa suara PKS diprediksi terjun ke 3%, Ust. Anis Matta menjawab dengan positif, bahwa PKS selalu percaya dengan takdir. Oleh karena itu PKS tetap optimis PKS 3 BESAR dan siap menghadirkan nama yang sesuai dengan takdir Allah di Lauh Mahfuzh. Ungkapan yang mengisyaratkan PKS siap mengisi kursi RI-2 bahkan RI-1. Optimisme yang bukang omong kosong. Karena ditindaklanjuti dengan kerja dan kinerja.
Sikap ini sama dengan sikap anak kecil bukan? Dimana saya melihat anak saya sendiri -atau anak-anak usia belum baligh- yang tidak pernah putus asa tau berhenti berjuang, sebelum hasrat-keinginan-atau tuntutannya terpenuhi. Anak-anak kecil selalu fokus. Sesekali menangis itu hal biasa. Sesekali dimarahi itu bumbu kehidupan. Sikap ini yang sekarang dimiliki PKS! Sikap anak kecil; tidak pernah DENDAM terhadap caci maki, fitnah, rekayasa kasus, bahkan aib-aib yang diumbar keluar oleh mantan pendiri PK hingga oleh para mantan kader.
Kedua; PKS selalu Fokus pada Target bukan pada PROBLEMATIKA atau kesulitan.
Sebagai partai, diakui, PKS memiliki kesulitan memasarkan kebijakan-kebijakan strategisnya terhadap semua kader. Kebijakan partai-jamaah sebagai satu kesatuan, hingga kini belum dipahami sepenuhnya. Di satu sisi, kebijakan Partai harus pandai mengolah bahasa dan menjaga mimik wajah; bahwa PKS adalah partai yang tidak lagi ekslusif atau partai khusus kader. Namun di sisi lain, bahasa-bahasa di dunia jamaah tarbiyyah menuntut keistiqamahan.
Tentu kesulitan ini yang sekarang dimunculkan oleh para HaTers PKS. Iklan-iklan terbaru acap membuat kader-kader di bawah tanda tanya! Padahal dalam bahasa partai, iklan sebenarnya mencerminkan realitas nyata bangsa Indonesia seperti di iklan; 3 model perempan (gadis tidak berkerudung yang alay, ibu yang berkerudung menutup kepala yang hobi nonton, gadis berkerudung rapih yang mengabdi). Ayahnya yang hobi baca harian KOmpas (kita tahu siapa pemiliknya) dan anak muda kebanyakan. Plus lagu yang mirip dengan nada; alamat palsunya Ayu Ting Ting. Untungnya, kader-kader PKS di bawah sekalipun mentalnya seperti anak kecil.
Mereka tidak fokus pada masalah, namun fokus pada target. Fokus pada cita-cita besar, menyadarkan rakyat banyak dengan kerja nyata bukan dengan doktrin pemahaman yang "belum" saatnya disampaikan. Di poin ini saya memahami, bahwa tidak ada pertentangan antara kebijakan partai dengan kebijakan tarbiyah. Justru melalui partai-lah, masyarakat umum direkrut untuk kemudian dibina agar memiliki pemahaman yang kuat. Sedangkan yang sudah berada dalam tarbiyah, diikat oleh mutaba'ah (evaluasi) jama'i hingga pengurus ranting.
Ketiga; PKS, Mudah Melupakan Kegagalan di Masa lalu.
PKS pernah gagal? Ya. Kekalahan HNW di Pemilu DKI sempat menjadi cemoohan para HaTers. Namun dalam benak PKS seperti benaknya anak kecil. Segera melupakan kekalahan. Bahasa kritikus PKS adalah; "Tokoh utamanya saja kalah di Jakarta hanya untuk level Gubernur. Apalagi di level Presiden!" Tapi HNW menyikapinya dengan mengatakan, "Di Jakarta saya kalah, namun justru suara-suara did luar Jakarta, suara yang mengusulkan saya menjadi Presiden malah unggul."
PKS pun berhasil melupakan ragam tragedi. Mulai dari kasus Misbakhun yang dituduh korupsi kemudian bebas, kasus video porno Pak Arifinto, hingga kasus terheboh; LHI. Air mata kepedihan disalurkan dalam aksi bantuan bencana. Ratapan duka diinternalisasikan menjadi energi berdaa guna. Karena PKS tahu, hanya orang-orang renta yang selalu bernostalgia dengan duka, derita, dan nestapa. PKS tidak mengenal kata prihatin. Karena spirit PKS menjadi otak, hati, dan tulang punggung untuk menjadikan Indonesia sepenggal Firdaus.
Keempat; PKS Terbuka Memaafkan dan Tidak Dendam !
Silahkan digugling situs-situs resmi PKS tentang Hizbut Tahrir, KH. Yusuf Supendi, atau para mantan kader. Bandingkan tulisan dan bahasa tentang PKS dari HT, KH. Yusuf Supendi dan para mantan kader. Kita bisa menemukan sendiri, bahwa PKS sangat terbuka membuka rekonsiliasi, menjaga harmoni, dan memupus dendam.
Perilaku ini mirip dengan anak kecil. Saya waktu kecil pernah dibohongi seorang bapak tua. Waktu itu saya dan kawan-kawan disuruh berbaris. Diiming-imingi akan ditebaskan pohon tebu untuk semua. Namun apa yang terjadi? Kami hanya disuruh menjilati pohon tebu. Tanpa pernah merasakan manisnya. Saya yang berada di baris keempat, malah kebagian ludah dan ingus anak-anak terdahulu. Namun hingga kinisaya tidak dendam.
Jadi ada baiknya! PKS dan seluruh kader, bersikap seperti anak kecil. Menerima saat diingatkan! Fokus pada target! Tidak mudah menyerah pasrah apalagi kalah! Juga tidak pernah mendendam, kepada siapapun yang melakukan anarkisme (baik politik, maupun kata-kata). Itu jika memang tujuan PKS dan kadernya, menjadi the third wave, bagi bangkitnya peradaban Indonesia!
By: Nandang BUrhanudin
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda