Breaking News
Loading...
Kamis, 17 April 2014

Info Post


Fadli Zon kembali membuat puisi menyindir Jokowi, kali ini dengan judul Raisopopo (ora iso opo-opo/tidak bisa apa-apa), dengan kata lain Fadli Zon bermaksud mengatakan bahwa sebagai pemimpin seorang Jokowi tidak bisa apa-apa. Saya setuju bahwa Jokowi adalah pemimpin yang tidak bisa apa-apa dan hal ini disebabkan dua hal yaitu: 1. Jokowi tidak mempunyai kompetensi dan kapabilitas untuk memimpin, dan 2. Jokowi sulit bergerak independen karena dikendalikan pihak lain.

Masalah kompetensi boleh percaya boleh tidak tapi demikian faktanya, sejak masih di Solo dan Jakarta pekerjaan Jokowi hanya bersifat seremonial, meresmikan proyek ini, meresmikan pembangunan itu, bikin acara kebudayaan ini, acara kebudayaan itu, akan tetapi pekerjaan-pekerjaan seorang pemimpin wilayah yang sesungguhnya, baik sebagai walikota maupun sebagai gubernur dikerjakan oleh wakilnya, yaitu FX Hadi dan Ahok. Oleh karena itu bisa dibilang Walikota Solo de facto sejak tahun 2005 adalah FX Hadi dan Gubernur DKI Jakarta de facto sejak 2012 adalah Ahok.

Tidak percaya? Mari kita lihat apa yang dikerjakan Jokowi selama 1,5 tahun memimpin Jakarta.

Yang mendominasi selama Jokowi menjadi gubernur adalah:

Pertama, Jokowi selalu menolak melakukan tugas gubernur yang dia rasa berat, dan dia selalu mencari alasan untuk tidak melakukan tugas gubernur dan melempar ke pihak lain. Terlalu banyak contoh yang bisa diajukan, dan salah satunya baru terjadi kemarin saat terbukti RAPBD 2013 yang diajukan Jokowi ternyata banyak duplikasi anggaran, atau anggaran untuk hal yang sama dianggarkan berkali-kali. Alasan Jokowi mengapa hal tersebut terjadi adalah pengulangan alasan tahun lalu ketika muncul anggaran helikopter yaitu karena APBD memiliki 63ribu item sehingga sulit baginya memeriksa satu per satu, dengan kata lain Jokowi malas memeriksa.

Omongan Jokowi di atas adalah omongan pemalas sebab ICW saja bisa memeriksa 63ribu item dalam APBD 2014 dan menemukan duplikasi anggaran, demikian juga Fitra dapat menemukan anggaran helikopter, lantas mengapa Jokowi tidak? Sama-sama manusia yang makan nasi kan? Perbedaannya jelas, Jokowi pemalas dan tukang ngeluh sedangkan ICW maupun Fitra memiliki dedikasi mengawasi anggaran pemerintah. Memang, alasan Jokowi membuka rekening Pemprov DKI kepada publik dan BPK bukan untuk transparansi melainkan dia mau publik yang mengerjakan tugas dia membuat anggaran yang efisien dan efektif.

Ketika terbukti ada duplikasi anggaran Jokowi menolak membuat laporan kepada KPK, sama seperti dia menolak melaporkan timsesnya Michael Bimo Putranto karena korupsi pengadaan bus transjakarta, dan kali ini alasan ngeles Jokowi adalah belum terjadi korupsi sebab uang masih dalam rekening. Ini adalah pernyataan yang sangat bodoh sebab dalam pidana dikenal istilah “percobaan” yaitu tindak pidana yang sudah mulai dilaksanakan namun tidak selesai bukan karena dibatalkan sendiri oleh pelakunya. Percobaan dapat dipidana. Dalam hal ini tindak pidana korupsi sudah dilaksanakan dengan membuat duplikasi anggaran tetap tidak selesai bukan karena keinginan pelaku melainkan karena ketahuan. Ngelesan Jokowi ini membuktikan Jokowi memang tidak cerdas dan tidak tahu apa-apa. Masa pemimpin asal bunyi?

Kedua, bagian terpenting pemerintahan Jokowi adalah hura-hura, seremonial, gunting pita, foto-foto dengan jurnalis dan semua hal bersifat kosmetik lain. Jokowi paling cepat dan gesit bila mengenai seremonial dan hura-hura.

Tidak percaya? Penambahan eskalator pada halte Senen harus diresmikan Jokowi (penting yah eskalator diresmikan gubernur?); E-ticketing bus transjakarta diresmikan Jokowi; selesainya food court Blok G diresmikan Jokowi; penerbitan KJS-KJP diresmikan Jokowi (masalah setelahnya bermasalah urusan orang, yang penting sudah diresmikan Jokowi); pembangunan monorel dan MRT diresmikan atau dilakukan groundbreaking oleh Jokowi (masalah sekarang keduanya mangkrak urusan belakangan) dan lain sebagainya.

Jokowi juga paling cepat membuat festival dan acara-acara hedonis yang menghamburkan uang negara tapi memastikan wajahnya terpampang di halaman depan media massa nasional.

Akibat kemalasan, ketidakkompetenan Jokowi dan dia sibuk nyapres menyebabkan anggaran DKI baru terserap 6%, ini jelas sangat-sangat-sangat luar biasa rendah, dan jauh menurun dari penyerapan tahun lalu. Rendahnya penyerapan anggaran ini membuktikan sekali dan selamanya bahwa Jokowi tidak kerja dan programnya tidak berjalan. Jokowi bisa saja mengunting pita untuk membangun waduk atau membangun terminal, tapi hal tersebut jelas tidak tergambar dalam penyerapan anggaran, dengan kata lain kembali seremonial tipu-tipu ala Jokowi saja.

Perihal Jokowi boneka wayang yang dikendalikan pihak lain (Amerika dan CSIS) sudah sering dibahas oleh saya dan orang lain, dan untuk mempersingkat artikel ini saya tidak akan mengulangi kembali.

Kesimpulannya: Jokowi memang pemimpin tinggi hati yang tidak bisa apa-apa, dengan kata lain Fadli Zon benar, Jokowi raiopopo. [Kompasiana]
---
Komentar anda

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda