Breaking News
Loading...
Rabu, 04 Februari 2015

Info Post
Koalisi Merah Putih
Tai Chi dikenal orang sebagai seni bela diri yang indah. Bagaimana tidak, tanpa banyak gerakan, Tai Chi mampu memanfaatkan gerakan lawan untuk meraih keuntungan. Sedikit gerakan dengan keseimbangan yang baik, lawan dibuat tak berdaya oleh tenaganya sendiri saat menyerang. Karena itu Tai Chi dianggap sebagai ilmu beladiri yang cerdas dan menjadi favorit banyak orang.


Kini Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR seperti ibarat menggunakan beladiri Tai Chi dalam perkembangan kasus kisruhnya penetapan Kepala Polri. KMP tak banyak aksi. Hanya sekali aksi saat uji kelayakan, sehabis itu lawan-lawannya kelimpungan hilang keseimbangan.

Yang menjadi lawan KMP tentu saja KIH, Jokowi, dan para pendukung Jokowi yang sinis terhadap KMP. Kini mereka tak hanya hilang keseimbangan, bahkan saling serang dan bahkan melakukan blunder dengan menyerang lembaga lain, yaitu KPK. Itu bukan karena serangan KMP, tapi karena aksi mereka sendiri sejak penetapan Komisaris Jenderal Polisi Drs. Budi Gunawan Msi sebagai Kapolri.

KIH yang sejak awal merepotkan KMP dengan gerakan “DPR tandingan” dan sikap merajuk akibat mereka tidak diakomodasi di deretan bangku pimpinan DPR, kini jadi saling tuding antar sesama mereka. Kemarin ini, Effendi Simbolon mengeluarkan pernyataan yang meningkatkan suhu di tubuh KIH. Ia menuding Nasdem agresif menguasai Jokowi.

“Masak PDIP tidak marah dengan susunan menteri Jokowi? Marahlah, kecuali mereka yang pragmatis. Kenapa Nasdem jadi 4 orang, memang Nasdem berapa persen?” teriak Effendi. “(Jokowi) bukan (dalam) cengkeraman PDIP. Lebih banyak Paloh. Cuma suara 6%, tapi andilnya segitu,” tegasnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (27/1/2015).

Tidak diterima dituding, Nasdem melalui Sekjennya, Patrice Rio Capella melawan. “Masuk akal nggak suara 6 persen cengkeram Presiden? Pernyataan Effendi kurang tepat. Jangan berikan kesan mengadu domba antar partai koalisi lalu buat suasana kurang tepat,” ujarnya di Gedung DPR Senayan, Rabu (28/1/2015).

Ada apa? Mengapa tiba-tiba Effendi Simbolon menuding Nasdem? Tentu karena kubu PDIP gerah selama ini dituduh mengendalikan Jokowi. Terutama ketika Jokowi menunjuk Budi Gunawan sebagai Kapolri, yang mana Budi Gunawan adalah mantan ajudan Megawati Soekarnoputri ketika wanita itu menjadi presiden.

Tak hanya KIH, Barisan pendukung Jokowi pun mulai pecah. Pada Kamis 15 Januari 2015, sejumlah relawan antara lain artis Olga Lydia, penyanyi Jflow, aktivis Kontras Hariz Azhar, peneliti Indonesia Corruption Watch Ade Irawan, Sutradara Joko Anwar dan Nia Dinata, aktivis Fadjroel Rachman, rohaniwan Benny Soesatyo dan sejumlah relawan lain mendatangi gedung KPK. Mereka mengancam akan mencabut dukungan kepada Jokowi bila desakan ini tidak diindahkan.

Para relawan ini tidak terima bila Jokowi mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri. Mereka juga menyerang Megawati dan Surya Paloh yang dituduh telah mengendalikan Jokowi sehingga sering membuat keputusan yang kontraproduktif.

Gerakan KMP

Lantas apa yang telah diperbuat KMP? Tak banyak. KMP hanya diam dan menonton barisan mereka pecah belah karena blunder sendiri.

KMP beraksi sekali, saat uji kelayakan Budi Gunawan. Yang dilakukan KMP memang kontroversial, menerima Budi Gunawan sebagai Kapolri. Tetapi tindakan itu malah membuat Jokowi semakin melepuh tangannya karena bola panas begitu cepat dikembalikan.

Gerakan kalem Tai Chi KMP pun terlihat dari pernyataan Fahri Hamzah dan Setya Novanto kepada wartawan, senin (2/2/2015) kemarin. Seusai rapat konsultasi pimpinan dewan dengan Presiden Jokowi terkait jabatan Kapolri, KMP memberi sinyal tak akan melawan apapun keputusan Jokowi.

“Kami tidak boleh lawan, kami ikut saja,” tegas Fahri Hamzah. Senada dengan Fahri, Setya Novanto juga mengatakan akan menghormati pilihan presiden. “Kita sangat menghormati dan mudah-mudahan semua ada jalan keluar yang baik,” tuturnya.

Gerakan Tai Chi KMP di sini adalah dengan diam tanpa ikut campur kisruh yang sedang terjadi. Bahkan, saat Effendi Simbolon memancing KMP untuk ikut dalam kekisruhan, mereka tak menanggapi. Diam dan menjadi penonton yang cerdas.

Effendi Simbolon pernah memprovokasi KMP dengan memberi pernyataan bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk menjatuhkan Jokowi. “Siapapun yang berniat menjatuhkan Jokowi, saatnya sekarang. Karena begitu banyak celahnya dan mudah-mudahan dua-duanya (Jokowi-JK) yang jatuh,” katanya di Universitas Paramadina, Senin (26/1/2015). Namun ucapan itu tak mendapat respon dari KMP.

Kalau KMP sampai ikut campur dalam kekisruhan ini, maka bisa jadi KIH, Jokowi, dan pendukungnya malah merapatkan barisan. Karena mereka menemukan musuh bersama. Atau KMP jadi sasaran pelampiasan kemarahan pendukung Jokowi. Dan kisruh itu pun menemukan kambing hitam: KMP.

Dengan tenangnya KMP, pandangan publik tidak terhalangi untuk menatap sumber permasalahan. Yaitu sang presiden sendiri yang sekarang di tengah pusaran kekisruhan.

M. Fikri/kabarumat/muslimina

---
Komentar anda

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda