Sinetron yang tak layak tonton
bertebaran di berbagai stasiun televisi, selain tidak mendidik
sinetron-sinetron tersebut berpotensi untuk merusak akidah dan akhlak
penontonnya terutama remaja dan anak-anak.
Jamal, Halimah dan Makmur mendadak ‘tobat’. Ketiga tokoh antagonis (penentang/jahat) dalam sinetron Ustadz Fotokopy (SCTV) tersebut selalu naik pitam, bila warga Kelurahan Manis Asem tidak memanggilnya dengan julukan yang berbau Islam.
Jamal misalnya, sumpah serapah akan meluncur bertubi-tubi dari mulut
tokoh yang diperankan Qubil AJ tersebut, bila warga tidak memanggilnya
dengan sebutan Haji Jamal, Haji Tiga Kali. Dalam sekali tayang bisa
lebih dari lima adegan ia mencampur asma Allah dengan caci maki yang
menghina orang yang lupa menyebutnya Haji Tiga Kali. Namun kini ia malah
menolak dipanggil haji. “Panggil Cang Jamal aje,” ujarnya.
Begitu juga dengan Halimah (Ranti Purnamasari). “Panggil aje gue Mpok
Halimeh,” ujar perempuan kerap kali marah dan menghina lawan mainnya
bila tidak dipanggil dengan sebutan Ustadzah Hajaaah... Haaalimaah.
Sedangkan Makmur (Julian Kunto) yang selalu mengaku sebagai “Ustadz
yang dimuliakan Allah” dan meminta warga yang berpapasan di jalan agar
mencium tangannya. Kini tidak lagi.
Entah sudah diskenariokan sejak awal atau tidak, tetapi yang jelas
episode ‘tobat’ tersebut tayang beberapa hari setelah warga yang
diwakili Masyarakat TV Sehat Indonesia pada Senin (15/4) memprotes
sinetron yang dianggap melecehkan simbol-simbol Islam itu ke Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI).
Bukan kali ini saja SCTV menayangkan sinetron yang melecehkan simbol Islam. Sebelumnya, televisi tersebut, menayangkan sinetron Islam KTP yang menjadikan Madit (Qubil AJ) sebagai tokoh antagonis yang kerap marah dan bersumpah serapah dengan nama Allah.
Hingga akhirnya, KPI pun memberikan sanksi penundaan tayang Islam KTP. Tidak kehabisan akal, SCTV pun meluncurkan Ustadz Fotokopy. Setelah Ustadz Fotokopy
tayang lebih dari dua ratus kali, namun KPI tidak juga menegur, maka
salah satu stasiun televisi yang kerap menggelar konser musik ini
menayangkan sinetron yang juga melecehkan simbol Islam yakni Haji Medit.
Tokoh antagonis yang sangat pelit ini diperankan pula oleh Qubil AJ.
Namun baru saja beberapa kali tayang, langsung diprotes warga dan Haji Medit pun oleh KPI ‘di -Islam KTP-kan’.
Berbarengan dengan mengadukan kedua sinetron yang diperankan Qubil AJ tersebut, Masyarakat TV Sehat juga mengadukan sinetron Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), Berkah (RCTI) dan Oesman 77 (Trans TV).
Koordinator Masyarakat TV Sehat Ardy Purnawan Sani menyatakan,
sinetron-sinetron tersebut banyak menggunakan judul terminologi Islam,
akan tetapi pesan yang disampaikannya tidak mencerminkan nilai-nilai
Islam. Selain itu, tayangannya juga dinilai meresahkan masyarakat karena
mendiskreditkan dan mendistorsi ajaran Islam.
Merusak Akidah
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring,
keberatan masyarakat bukan pada sinetron di atas saja. “Banyak
sinetron lain yang merusak bahkan mengganggu akidah. Model-model sihir
begitu, mayat terbang, alam ghaib, itu semua mengganggu itu!” tegasnya
kepada Media Umat.
Sinetron dimaksud di antaranya Kian Santang (MNC TV) yang kerap menampilkan sihir serta siluman maung bodas, siluman munding bodas dan tokoh-tokoh siluman lainnya, Oh Ternyata (Trans TV) menampilkan berbagai macam bentuk hantu.
Di RCTI ada Magic. Sinetron ini mengisahkan tiga anak SMA
yang memiliki kemampuan sihir, seperti menggerakan benda-benda tanpa
sentuhan fisik, mereka pun mampu memindahkan benda dengan tatapan mata.
Sedangkan di Indosiar ada Tebe dan Kakak Cantik. Bila dulu di RCTI ada sinetron Jinny oh Jinny
yang mengisahkan persahabatan antara jin cantik yang keluar dari lampu
ajaib dengan seorang remaja laki-laki, sekarang di Indosiar mengisahkan
jin cantik yang keluar dari cincin ajaib yang bersahabat dengan Tebe
(Tubagus Indra) seorang anak kecil yang rajin bershalawat. Jin ini kerap
kali membantu Tebe baik diminta atau pun tidak.
Sebuah serial yang diperuntukkan bagi penonton anak-anak ini jelas
berbahaya bagi perkembangan pemahaman anak terhadap haramnya manusia
berinteraksi dengan jin apalagi meminta tolong dengan jin.
Oleh karena itu, Menteri Tifatul yang merasa tidak berwenang untuk
menghentikan semua tayangan itu meminta agar NU, Muhammadiyah dan MUI
mendesak KPI dan stasiun televisi menghentikan tayangan yang merusak
akidah itu. “Jangan diam saja dong. Inikan sudah merusak akidah!”
tegasnya.
Merusak Akhlak
Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, tayangan televisi
yang seharusnya mendidik masyarakat agar berakhlak mulia, malah dirusak
dengan berbagai sinetron yang terkesan mengajari pergaulan bebas kepada
penontonnya terutama pada ababil alias anak baru gede (remaja) yang
masih labil.
SCTV misalnya, selain setiap hari menayangkan beberapa sinetron lepas (FTV) yang tema sentralnya adalah pe-de-ka-te dan pacaran tersebut, menayangkan pula sinetron yang juga menginspirasi para ABG labil untuk menirunya.
Sebut saja Love in Paris. Sinetron yang merupakan siaran
ulang tahun lalu ini memang ingin menceritakan dua tokoh yang memiliki
penyakit parah namun bisa bertahan hidup lantaran masih adanya harapan
dan cinta. Namun sayang, rambu-rambu pergaulan dalam Islam dilanggar
semua, adegan khalwat, berpelukan, berciuman dan mempertontonkan aurat
hingga sampai ke paha kerap kali ditayangkan.
Film ini jelas sangat merusak akhlak dan tidak mendidik lantaran
semua tokoh dalam sinetron tersebut ceritanya beragama Islam. Namun
tidak ada satu adegan pun yang menyatakan bahwa berduaan, berpelukan dan
sekamar dengan pacar adalah haram.
Sedangkan di Indosiar ada sinetron Bukan Mawar tetapi Melati.
Selain masalah percintaan, sinetron ini juga menonjol dalam aksi tipu
muslihat, ambisius, intrik, provokasi untuk menguasai harta yang bukan
haknya.
Di RCTI ada Yang Muda Yang Bercinta. Meski sinetron ini
berlatar belakang sekolah SMA dan tokoh utamanya berseragam putih
abu-abu. Namun yang dibahas bukanlah bagaimana suka duka dalam belajar
atau bersaing dalam meraih nilai ujian terbesar. Tapi... sesuai dengan
judulnya, sinetron ini malah menceritakan suka duga dan perjuangan anak
SMA agar dapat pacaran.
Pengamat Sosial Iwan Januar mengatakan sinetron-sinetron yang
bertemakan pacaran itu berbahaya bagi penonton terutama yang ababil
alias ABG labil. “Ya mereka akan langsung copy paste apa yang
muncul di televisi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal
pacaran. Akhirnya ada kesan kalau remaja gak pacaran ya bukan remaja
namanya,” tegasnya. [ooo] joko prasetyo
Baca juga:
=> 6 Adegan Dalam Sinetron Indonesia
=> Inilah 10 Program Siaran yang Tak Layak Ditonton
---
Komentar anda
Baca juga:
=> 6 Adegan Dalam Sinetron Indonesia
=> Inilah 10 Program Siaran yang Tak Layak Ditonton
---
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda