Breaking News
Loading...
Sabtu, 13 Juli 2013

Info Post
Sinetron yang tak layak tonton bertebaran di berbagai stasiun televisi, selain tidak mendidik sinetron-sinetron tersebut berpotensi untuk merusak akidah dan akhlak penontonnya terutama remaja dan anak-anak.
 
Jamal, Halimah dan Makmur mendadak ‘tobat’. Ketiga tokoh antagonis (penentang/jahat) dalam sinetron Ustadz Fotokopy (SCTV)  tersebut selalu naik pitam, bila warga Kelurahan Manis Asem tidak memanggilnya dengan julukan yang berbau Islam.

Jamal misalnya, sumpah serapah akan meluncur bertubi-tubi dari mulut tokoh yang diperankan Qubil AJ tersebut, bila warga tidak memanggilnya dengan sebutan Haji Jamal, Haji Tiga Kali. Dalam sekali tayang bisa lebih dari lima adegan ia mencampur asma Allah dengan caci maki yang menghina orang yang lupa menyebutnya Haji Tiga Kali. Namun kini ia malah menolak dipanggil haji. “Panggil Cang Jamal aje,” ujarnya.



Begitu juga dengan Halimah (Ranti Purnamasari). “Panggil aje gue Mpok Halimeh,”  ujar perempuan  kerap kali marah dan menghina lawan mainnya bila tidak dipanggil dengan sebutan Ustadzah Hajaaah... Haaalimaah.

Sedangkan Makmur (Julian Kunto) yang selalu  mengaku sebagai “Ustadz yang dimuliakan Allah” dan meminta warga yang berpapasan di jalan agar mencium tangannya. Kini tidak lagi.

Entah sudah diskenariokan sejak awal atau tidak, tetapi yang jelas episode ‘tobat’ tersebut tayang beberapa hari setelah  warga yang diwakili Masyarakat TV Sehat Indonesia pada Senin (15/4)  memprotes sinetron yang dianggap melecehkan simbol-simbol Islam itu ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Bukan kali ini saja SCTV menayangkan sinetron yang melecehkan simbol Islam. Sebelumnya, televisi tersebut, menayangkan sinetron Islam KTP yang menjadikan Madit (Qubil AJ) sebagai tokoh antagonis yang kerap marah dan bersumpah serapah dengan nama Allah.

Hingga akhirnya, KPI pun memberikan sanksi penundaan tayang Islam KTP. Tidak kehabisan akal, SCTV pun meluncurkan Ustadz Fotokopy. Setelah Ustadz Fotokopy tayang lebih dari dua ratus kali, namun KPI tidak juga menegur, maka salah satu stasiun televisi yang kerap menggelar konser musik  ini menayangkan sinetron yang juga melecehkan simbol Islam yakni Haji Medit. 

Tokoh antagonis yang sangat pelit ini diperankan pula oleh Qubil AJ. Namun baru saja beberapa kali tayang, langsung diprotes warga dan Haji Medit pun oleh KPI ‘di -Islam KTP-kan’.

Berbarengan dengan mengadukan kedua sinetron yang diperankan Qubil AJ tersebut, Masyarakat TV Sehat juga mengadukan sinetron Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), Berkah (RCTI) dan Oesman 77 (Trans TV).

Koordinator Masyarakat TV Sehat Ardy Purnawan Sani menyatakan,  sinetron-sinetron tersebut banyak menggunakan judul terminologi Islam, akan tetapi pesan yang disampaikannya tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Selain itu, tayangannya juga dinilai meresahkan masyarakat karena mendiskreditkan dan mendistorsi ajaran Islam.

Merusak Akidah

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, keberatan masyarakat  bukan pada sinetron  di atas saja. “Banyak sinetron lain yang merusak bahkan mengganggu akidah. Model-model sihir begitu, mayat terbang, alam ghaib, itu semua mengganggu itu!” tegasnya kepada Media Umat. 

Sinetron dimaksud di antaranya Kian Santang (MNC TV) yang kerap menampilkan sihir serta siluman maung bodas, siluman munding bodas dan tokoh-tokoh siluman lainnya, Oh Ternyata (Trans TV) menampilkan berbagai macam bentuk hantu.

Di RCTI ada Magic. Sinetron ini mengisahkan tiga anak SMA yang memiliki kemampuan sihir, seperti menggerakan benda-benda tanpa sentuhan fisik, mereka pun mampu memindahkan benda dengan tatapan mata.

Sedangkan di Indosiar ada Tebe dan Kakak Cantik. Bila dulu di RCTI ada sinetron Jinny oh Jinny yang mengisahkan persahabatan antara jin cantik yang keluar dari lampu ajaib dengan seorang remaja laki-laki, sekarang di Indosiar mengisahkan jin cantik  yang keluar dari cincin ajaib yang bersahabat dengan Tebe (Tubagus Indra) seorang anak kecil yang rajin bershalawat. Jin ini kerap kali membantu Tebe baik diminta atau pun tidak.

Sebuah serial yang diperuntukkan bagi penonton anak-anak ini jelas berbahaya bagi perkembangan pemahaman anak terhadap haramnya manusia berinteraksi dengan jin apalagi meminta tolong dengan jin.

Oleh karena itu, Menteri Tifatul yang merasa tidak berwenang untuk menghentikan semua tayangan itu meminta agar NU, Muhammadiyah dan MUI mendesak KPI dan stasiun televisi menghentikan tayangan yang merusak akidah itu.  “Jangan diam saja dong. Inikan sudah merusak akidah!” tegasnya.

Merusak Akhlak

Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, tayangan televisi yang seharusnya mendidik masyarakat agar berakhlak mulia, malah dirusak dengan berbagai sinetron yang terkesan mengajari pergaulan bebas kepada penontonnya terutama pada ababil alias anak baru gede (remaja) yang masih labil.

SCTV misalnya, selain setiap hari menayangkan beberapa sinetron lepas (FTV) yang tema sentralnya adalah  pe-de-ka-te dan pacaran tersebut, menayangkan pula sinetron yang  juga menginspirasi para ABG labil untuk  menirunya.

Sebut saja Love in Paris. Sinetron yang merupakan siaran ulang tahun lalu ini memang ingin menceritakan dua tokoh yang memiliki penyakit parah namun bisa bertahan hidup lantaran masih adanya harapan dan cinta. Namun sayang, rambu-rambu pergaulan dalam Islam dilanggar semua, adegan khalwat, berpelukan, berciuman dan mempertontonkan aurat hingga sampai ke paha kerap kali ditayangkan.

Film ini jelas sangat merusak akhlak dan tidak mendidik lantaran  semua tokoh dalam sinetron tersebut ceritanya beragama Islam. Namun tidak ada satu adegan pun yang menyatakan bahwa berduaan, berpelukan dan sekamar dengan pacar adalah haram.

Sedangkan di Indosiar ada sinetron Bukan Mawar tetapi Melati. Selain masalah percintaan, sinetron ini juga menonjol dalam aksi tipu muslihat, ambisius, intrik, provokasi untuk menguasai harta yang bukan haknya.

Di RCTI ada Yang Muda Yang Bercinta. Meski sinetron ini berlatar belakang sekolah SMA dan tokoh utamanya berseragam putih abu-abu. Namun yang dibahas bukanlah bagaimana suka duka dalam belajar atau bersaing dalam meraih nilai ujian terbesar. Tapi... sesuai dengan judulnya, sinetron ini malah menceritakan suka duga dan perjuangan anak SMA agar dapat pacaran.

Pengamat Sosial Iwan Januar mengatakan sinetron-sinetron yang bertemakan pacaran itu berbahaya bagi penonton  terutama yang ababil alias ABG labil. “Ya mereka akan langsung copy paste apa yang muncul di televisi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal pacaran. Akhirnya ada kesan kalau remaja gak pacaran ya bukan remaja namanya,” tegasnya. [ooo] joko prasetyo

Baca juga: 

=> 6 Adegan Dalam Sinetron Indonesia

=> Inilah 10 Program Siaran yang Tak Layak Ditonton

---
Komentar anda

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda