TRIBUN - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat menemukan kasus bahwa 28 persen
pekerja seks anak/remaja di Bandung Raya adalah pelajar aktif atau masih
bersekolah. Kondisi ini antara lain dipicu oleh gaya hidup. Keberadaan
mereka sudah menjadi jaringan karena ada yang dikendalikan oleh orang
dewasa atau oleh teman sendiri.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua
P2TP2A Provinsi Jawa Barat, Dra Hj Yeni Huriyani MHum, yang ditemui pada
acara Seminar Nasional & Call Paper Psikologi Unisba 2013 di Aula
Unisba, Jalan Taman Sari, Rabu (4/9).
Yeni mengatakan, para remaja
yang terjerumus perilaku negatif ini masih bersekolah seperti umumnya
pelajar. Menurut Yeni, pihak sekolah, bahkan orang tua mereka, mungkin
tidak tahu aktivitas anak mereka di luar. Ironinya, perilaku mereka
dipicu antara lain oleh gaya hidup.
"Ada pergeseran dalam
lingkungan. Gaya hidup jadi berubah. Hanya karena ingin bisa nongkrong
di kafe elite, jajan di kafe elite, mereka seperti itu (jadi pekerja
seks), bahkan ada yang ingin handphone bagus, lalu janjian di luar
sekolah," katanya.
Disinggung tentang pihak yang mengendalikan
aktivitas mereka, Yeni mengatakan kelompok tersebut sudah memiliki
jaringan. Selain ada orang dewasa yang mengatur, aktivitas mereka juga
dikendalikan oleh teman sendiri dengan memanfaatkan ponsel.
Menurut
dia, saat ini teknologi menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi membuat
orang cerdas dan aware terhadap teknologi tinggi, tapi di sisi lain
menjerumuskan. "Jadi, orang tua juga harus tahu gadget anaknya itu
apakah dimanfaatkan secara positif atau tidak," katanya.
Yeni juga
mengatakan, saat ini anak-anak, khususnya remaja, berada dalam situasi
kritis. Dari temuan lembaganya, diketahui ada yang masih berusia 13
tahun yang berarti mereka masih bisa disebut anak- anak karena masih
duduk di bangku SMP. Kebanyakan mereka berusia di bawah 18 tahun. Pada
masa inilah sedang terjadi transisi atau peralihan dari anak-anak ke
remaja.
"Orang tua sekarang masih belum terbuka tentang
pendidikan seksual. Masih menganggap tabu. Akhirnya anak mencari
sendiri, coba-coba lalu terjerumus," katanya.
Namun yang menjadi
perhatian, ujarnya, saat ini ada pergeseran bahwa ternyata perilaku
negatif para pelajar ini tanpa paksaan. Ada kasus yang ditangani karena
berawal dari korban perkosaan, tapi karena terjerumus dan tidak ada yang
memperhatikan serta mengarahkan, akhirnya perilaku mereka menjadi
"sukarela".
"Dan penggunanya adalah orang dewasa yang memiliki uang," kata Yeni.
P2TP2A
tidak melihat adanya status sosial dalam masalah ini karena adanya
pergeseran gaya hidup tersebut. Ia mencontohkan, siswa SMK yang sedang
berada di salon akhirnya menjadi korban trafiking. "Kelas sosial
sekarang sudah blur. Contoh tadi, mereka ke salon, berarti mereka
bukanlah kalangan bawah," katanya.
Dari data P2TP2A Jawa Barat, ditemukan juga anak-anak jalanan di bawah usia 13 tahun sudah mengalami seks bebas. Di Kota Bandung tahun 80-an persoalan seks bebas melanda mahasiswa. Namun sekarang terus mengalami pergeseran.[tribunJABAR]
Dari data P2TP2A Jawa Barat, ditemukan juga anak-anak jalanan di bawah usia 13 tahun sudah mengalami seks bebas. Di Kota Bandung tahun 80-an persoalan seks bebas melanda mahasiswa. Namun sekarang terus mengalami pergeseran.[tribunJABAR]
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda