Ketika Syi'ah mencaci maki para
shahabat dan mengatakan bahwa para shahabat telah merubah Al Qur'an,
mencaci maki istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ummul
mukminin, tapi bagiHizbut
Tahrir ini adalah masalah kecil!! Kenapa bisa seperti itu? Karena
berdasarkan pada hal yang paling penting bagi mereka, yaitu permasalahan
khilafah.
Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:”kebanyakan dari umatku yang mati berdasarkan pada Kitabullah dan Al Qadha wal Qadar dai Allah adalah karenanya al anfus (dicabutnya nyawa)” (HR. Al Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id 5/6, Ibnu Hajar menshahihkannya dalam Fathul Bari 10/167)
Hizbut Tahrir mengatakan bahwa aqidah Islam yang ada pada Hizbut Tahrir
adalah bersadarkan pada akal dan siyasi (Al Iman halaman 68 dan Hizbut
tahrir halaman 6). Maka akal orang-orang ini adalah dasar dari agama.
Mereka berkata “kami mengetahui Allah berdasarkan akal kami”. Tapi
bertentangan dengan pernyataan ini, adalah pernyataannya Umar Bakri,
bahwa salah satu sebab perpecahan di kalangan muslimin adalah ketika
sebagian kaum muslimin menggunakan akal dalam membahas permasalahan
aqidah (Tafsir surat Al Ma'idah 5/29).
Mereka menjelaskan bahwa khilafah tidak akan tegak dengan berdasarkan
pada akhlaqul karimah, tetapi berdirinya khilafah adalah dengan
pengoreksian terhadap doktrin aqidah dan manhaj yang dibawa atau
dipraktekkan dalam Islam (At Taqatul Hizbi halaman 1).
Dan dikatakan oleh mereka bahwa dakwah pada akhlaqul karimah tidaklah
akan membuat masyarakat menjadi benar dan tidak akan membuat tegaknya
khilafah, tapi masyarakat itu akan tegak dikarenakan adanya koreksi pada
doktrin aqidah dan tidaklah dengan menyerukan pada akhlaqul karimah
(Manhaj Hizbut Tahrir fit Taghyir halaman 26-27).
Maka kita katakan “Masyarakat itu akan tegak dengan keduanya (aqidah dan
akhlaqul karimah), dan Islam menyerukan pada keduanya”. Taqiyuddin
mengingkari adanya ikatan emosi pada jiwa manusia, tidak ada ikatan
bathin. Dia katakan tidak ada ikatan emosi pada jiwa manusia dalam
ajaran Islam. Karena pendapatnya inilah, kami melihat Hizbut Tahrir
tidak mempunyai kelemah-lembutan dan akhlaqul karimah dalam menghadapi
umat.
Dia berkata dalam Nizhamul Islam halaman 61 dan Al Fikrul Islami Al
Mu'asyir halaman 202 bahwa mereka-mereka (para ulama Ahlus Sunnah) yang
mengatakan bahwa wanita itu semuanya aurat, maka hal ini adalah bukti
dari keruntuhan, perusakan akhlaq, padahal sudah pasti bahwa laki-laki
dan perempua itu akan bertemu bersama-sama ketika melakukan transaksi
jual-beli.
Lalu dia katakan dalam An Nizham halaman 10 dan 12, bahwa berjabat
tangan dengan wanita yang bukan mahram itu tidak akan merusak akhlaq.
Dia mengatakan bahwa bila wanita itu berhijab maka hal itu adalah
keruntuhan dan perusakan akhlaq, tapi dia berkata bahwa berjabat tangan
dengan wanita bukan mahram itu tidak merusak akhlaq.
Mereka mengatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah merupakan sebuah kelompok
yang mengurusi masalah politik, seluruh kegiatannya adalah berhubungan
dengan politik, ini yang mereka katakan. Kegiatan mereka bukan pada hal
tarbiyah, bukan pula pada memberikan targhib dan tarhib, namun semuanya
hanyalah yang berikaitan dengan politik (Manhaj Hizbut Tahrir Fit
Taghyir halaman 28 dan 31, juga dalam Hizbut Tahrir halaman 25). Apakah
kalian pernah mendengar apa yang mereka katakan itu? Itu yang mereka
nyatakan. Mereka berkata “Kami membolehkan orang-orang untuk membentuk
hizb-hizb, berdasarkan pada firman Allah,
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia yang menyeru
pada kebaikan dan melarang kejelekan serta beriman kepada Allah” (Ali
Imran 110)
Ini adalah dalil yang mereka pakai, padahal seperti yang mereka katakan,
bahwa kegiatan mereka seluruhnya hanya berkaitan dengan politik!!.
Maka kegiatan politik ini telah dijadikan sebagai aqidah bagi mereka,
dan karena hal inilah mereka melakukan tawar menawar dengan mubtadi'
(dan juga musyrikin) seperti Syi'ah, mereka mengatakan bahwa bekerja
sama dengan syi'ah adalah tidak apa-apa. Dan mereka melakukan hal
tersebut dengan kuffar Yahudi.
Mereka mengatakan dalam majalahnya, Al Wa'ie, nomor 75 halaman 23, tahun
1993, bahwa tidak ada perbedaan antara madzhab Syafi'i dan Hanafi, dan
mereka telah salah karena mendalilkan hal ini untuk menjelaskan yang
berikutnya, begitu pula Ja'fari dan Zaidi.
Dan mereka berkata “dan inilah yang terjadi antara kalangan Sunni dengan
Syi'i, yang sebenarnya ada orang-orang yang berada di belakang
perpecahan ini (yang mempunyai maksud tertentu) dan kami harus memerangi
orang-orang itu, sebab tidak ada perbedaan antara keduanya, dan siapa
saja yang melakukan perbedaan itu maka akan kami lawan”.
Orang-orang Hizbut tahrir sebenarnya mengetahui apa yang dinyatakan oleh
orang-orang syi'ah tentang 'Aisyah dan para shahabat, mereka
mendengarnya di Hyde Park (sebuah tempat di Inggris) dan tetap saja
mereka katakan tidak ada perbedaan antara Sunni dan Syi'i. Ketika Syi'ah
mencaci maki para shahabat dan mengatakan bahwa para shahabat telah
merubah Al Qur'an, mencaci maki istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, ummul mukminin, tapi bagi Hizbut Tahrir ini adalah masalah
kecil!! Kenapa bisa seperti itu? Karena berdasarkan pada hal yang paling
penting bagi mereka, yaitu permasalahan khilafah.
Mencaci maki para shahabat, mencaci maki para istri Rasul, menuduh para
shahabat telah merubah Al Qur'an adalah hal kecil dibandingkan dengan
permasalahan yang “paling besar”, apakah itu? Masalah khilafah.
Itulah yang menyebabkan kenapa mereka mengatakan bahwa kitab yang
terbaik adalah Al Hukumah Al Islamiyyah padahal didalamnya terdapat
kekufuran dan pernyataan bahwa melawan Sunni adalah merupakan aqidah
bagi Syi'i, karena aqidah syi'i itu cocok dengan aqidahnya mereka. Tapi
Hizbut Tahrir tidak mau tahu tentang hal itu dan memilih untuk
mengabaikannya.
Oleh karena itu, mereka (Hizbut Tahrir) dapat ditemukan di Qum, tempat
dimana Khomeini hidup. Mereka mengira bahwa di sana dapat ditegakkan
khilafah.
Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, mereka mengatakan bahwa
Allah membolehkan umat Islam untuk mendirikan hizb-hizb, dengan berdalil
dengan surat Ali Imran ayat 110. Tapi lihat apa yang mereka katakan
“Sesungguhnya amar ma'ruf nahi munkar tidak bisa dijalankan kecuali
sebelumnya telah ditegakkan khilafah dan hukum-hukum Islam” (Manhaj
Hizbut Tahrir Fit Taghyir halaman 21). Lalu andai amar ma'ruf nahi
munkar itu tidak bisa dijadikan sebagai suatu cara, kanapa kalian masih
menukil ayat itu?.
Dan Umar Bakri pun mengatakan hal yang sama pada Tafsirnya Surat Al
Ma'idah 2/233. Mereka katakan bahwa kegiatan mereka total pada
permasalahan politik.
Maka kita katakan pada mereka. Apakah Salafus Shalih tidak pernah
mendengar ayat ini sebelumnya? Kalaupun mereka (Salafus Shalih)
mendengar, apakah mereka mendirikan kelompok sendiri-sendiri? Apakah
mereka memahami ayat itu seperti pemahamanmu? Tentu saja tidak,
sebaliknya pemahamanmu ini bukanlah dalam rangka memahami ayat, tapi
dalam rangka merusak ayat. Kami pun mengetahui bahwa kelompok yang
bergerak dalam permasalahan politik bukan hanya Hizbut Tahrir saja, tapi
juga ada Ikhwanul Muslimin. Mereka juga mengatakan boleh untuk membuat
kelompok-kelompok dan mereka pun menukil ayat yang sama.
Mereka adalah biang pembuat perpecahan umat. Mereka masing-masing
membuat kelompok, lalu mereka pun berpecah belah dan akhirnya saling
benci satu sama lainnya. Ini adalah suatu pemahaman yang menyelisihi
Salaf.
Rasulullah berkata bahwa jika ada dua khalifah yang dibai'at, maka salah
satunya harus dibunuh. Tapi mereka katakan bahwa hadits ini ahad.
Siapakah yang memberitahumu bahwa para shahabat tidak menerima hadits
ahad? Kita telah menjelaskan pada mereka (Hizbut Tahrir) tentang
salahnya pendapat ini selama bertahun-tahun. Maka berikanlah pada kami,
ucapan-ucapan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, shahabat,
tabi'in dan yang selainnya bahwa hadits ahad tidak bisa diambil dalam
permasalahan aqidah? Mereka katakan bahwa haram mengambil hadits ahad
dalam permasalahan aqidah tapi haram meninggalkan hadits ahad dalam
permasalahan ahkam!! Apakah ini bukan suatu pertentangan?
Maka disini ada pertanyaan penting yang harus ditujukan pada mereka. Mereka sering mendengung-dengungkan ayat,
“Dan hendaklah ada di antara kamu, segolongan umat yang menyeru pada
kebajikan, menyeru yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka lah
orang-orang yang beruntung” (Ali Imran 104)
Lalu bagaimana bisa ayat ditafsirkan dan hendaklah ada segolongan dari
Hizbut Tahrir? Sekarang kita katakan, apakah umat ini ada sebelum
lahirnya Taqiyuddin An Nabhani? Tentu saja, umat ini sudah ada sejak
jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu kenapa kita perlu
pada Taqiyuddin dan Hizbut Tahrir? Apakah merupakan suatu kebaikan jika
membolehkan membentuk partai-partai dalam Islam, di dalam umat ini
sedangkan kalian melarangnya di dalam tubuh kalian (di dalam Hizbut
Tahrir)?
Dan sungguh menakjubkan orang-orang ini, yang mereka sebenarnya
mendakwahkan pada perpecahan. Mereka berteriak agar umat ini bersatu,
tapi mereka sendiri terpecah-belah.
Mereka seharusnya tidak boleh melakukan hal ini. Jika kalian ingin agar
umat ini bersatu, maka hal yang pertama yang harus kalian lakukan adalah
pergi dan kutuklah hizb kalian (dan membubarkannya), lalu setelah itu
barulah kalian berdakwah untuk bersatu.
Hal lainnya, adalah mereka selalu mendengung-dengungkan ayat di atas
(Ali Imran 104), tapi apakah mereka terlihat, secara dhahir, melakukan
amar ma'ruf nahi munkar? Tidak, mereka hanya melakukan hal itu untuk
kepentingan diri-diri mereka dan kelompoknya saja.
Seseorang yang tidak mempunyai sesuatu maka tidak akan dapat memberikan
apa pun. Jika aku tidak mempunyai uang maka tidak dapat memberikan uang.
Jika mereka (Hizbut Tahrir) tidak mempunyai sunnah, maka sunnah apakah
yang akan mereka berikan pada umat.
Menurut mereka, semua bagian dari dunia ini adalah darul kufr. Mereka
katakan bahwa tidak ada lagi wilayah Islam saat ini, sebab semuanya
adalah tempat kufr. Apakah benar mereka berkata seperti ini? apakah
kalian setuju dengan mereka? Aku telah membaca tulisan mereka dalam
kitab-kitab mereka, mereka katakan “Tanah yang ditempati Muslimin
sekarang adalah darul kufr, walaupun orang-orang yang menempatinya
muslim” (Hizbut Tahrir, halaman 32 dan 103). Mereka tidak memasukkan
Makkah dan Madinah sebagai wilayah muslim! Apakah mereka katakan padamu
kecuali Makkah dan Madinah? Aku akan memberikan pengalaman pribadiku,
salah seorang dari mereka berkata padaku, “semua orang selain yang
tinggal di Makkah dan Madinah adalah bukan muslim dan wilayah tempat
tinggal mereka yang tinggali pun bukanlah Darul Islam (Ad Daulah
Islamiyyah halaman 55, Mitsaqul Ummah halaman 14 dan 44, Manhaj Hizbut
Tahrir halaman 10-11).
Dari semua sumber rujukan tersebut dikatakan bahwa semua tempat adalah
darul kufr dan semua masyarakatnya adalah kufr. Ini berarti tidak ada
muslimin!! Salah seorang dari saudara kita bertanya pada salah seorang
pemimpin mereka, “apakah ada pada saat ini darul Islam?”, dia (pemimpin
Hizbut Tahrir) berkata “Tidak Ada”, lalu saudara kita berkata:”Tapi aku
ingin hijrah” dia berkata “ini tidaklah mungkin”. Lalu dimanakah
kemudian darul hijrah itu? Apakah Makkah dan Madinah bukan tempat Islam?
Lalu kenapa kalian (Hizbut Tahrir) pergi ke London? Ada beberapa fatwa
yang mereka berikan (Jawab wa sual, 24 rabi'ul awal 1390 dan juga 8
muharram 1390). Mereka menjelaskan bahwa laki-laki dibolehkan untuk
mencium wanita non muslim. Dan aku bersumpah bahwa mereka menyetujui hal
ini.
Salah seorang saudara kita yang baru masuk Islam diberikan penjelasan
ini bahwa dia boleh mencium wanita non muslim. Mereka berkata bahwa
boleh untuk melihat foto (gambar) wanita telanjang (b****l), mereka
katakan “Toh ini hanyalah gambar”. Mereka katakan bahwa itu bukanlah
wanita tapi hanyalah gambar. Kemudian mereka berkata bahwa dibolehkan
untuk menjabat tangan wanita lainnya, yaitu ketika melakukan bai'at,
sebab tidak ada perbedaan antara wanita dan pria dalam hal ini (Al
Khilafah halaman 32).
Hal yang ingin saya jelaskan sekarang adalah, aku telah melihat mereka
dan datang ke tempatku. Dan mereka mengatakan tentang hadits dari
'Aisyah. 'Aisyah berkata “Tidak, Wallahi. Rasulullah tidak pernah
menyentuh tangan wanita (selain mahram)”.
Dan mereka katakan bahwa “Tidak, dia ('Aisyah) telah salah”. Aku telah
mendengarnya langusng dari Umar Bakri dan aku mempunyai rekamannya. Dia
katakan bahwa 'Aisyah telah salah, dia salah dalam menyatakan hal ini”.
Maka manakah yang benar, apakah perkataan 'Aisyah atau dia? Apakah kamu
hidup di jaman Rasulullah? Bagaimana mungkin kau bisa berkata seperti
ini. Padahal hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari!!. Mereka membantah
perkataan 'Aisyah dengan perkataannya Ummu 'Athiyah bahwa Rasulullah
memanjangkan tangannya dari luar rumah dan para wanita memberikan
padanya tangan-tangan mereka. Tapi riwayat Ummu 'Athiyah ini adalah
mursal, yang berarti dha'if. Hal ini telah dijelaskan oleh An Nawawi
(Syarh Shahih Muslim, 1/30) dan juga Ibnu Hajar Al Asqalani (FatHul Bari
8/636). Beliau (Ibnu Hajar) mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh
'Aisyah adalah merupakan hujjah (bantahan) terhadap apa-apa yang
diriwayatkan oleh Ummu 'Athiyah mengenai Rasulullah memanjangkan
tangannya untuk berjabat tangan dengan para wanita. Apakah mereka
(Hizbut Tahrir) tidaklah merasa cukup dengan hadits Rasulullah “Aku
tidak pernah berjabat tangan dengan wanita”. Hadits ini diriwayatkan
oleh Ibnu Hibban (1597), An Nasa'i (7/149), Ibnu Majah (2874). Tapi
tetap saja hal ini tidak mencukupi mereka. Apa yang akan aku katakan
pada seorang wanita adalah sama dengan yang akan aku katakan pada
ratusan wanita tentang bai'at ini. Bahwa Rasulullah tidak membai'at
wanita kecuali dengan ucapan (bukan berjabat tangan) (HR. Muttafaq
'alaih), dan juga perkataan beliau “Andaikata kepala salah seorang dari
kalian ditusuk dengan jarum besi, maka itu lebih baik baginya daripada
menyentuh wanita yang tak halal baginya” (HR. Al Baihaqi, dishohihkan
oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 226). Kendati pun demikian,
mereka tetap menyatakan boleh untuk berjabat tangan dengan wanita yang
bukan mahram!!
Maka aku katakan pada mereka, dengan menukil ucapan yang sering mereka
dengung-dengungkan pada penguasa, “Berhukumlah dengan apa yang telah
diturunkan oleh Allah!”. Dan kami katakan pada mereka “(salah satu)
Hukum Allah adalah tidak berjabat tangan dengan wanita bukan mahram,
jika kalian tidak berhukum dengan hukum Allah, maka kalian tidak akan
bisa menegakkan hukum Allah”.
Dan ini berarti bahwa kita harus bersikap tunduk, patuh dan ta'at pada
hukum Allah, dan jika kitatidak mendasarkan diri pada hukum Allah, maka
apa yang aka terjadi nantinya, bagaimana kita bisa mendakwahi orang
lain, bagaimana kita bisa mencapai keunggulan dan kepemimpinan. Imam An
Nawawi berkata “jika hal itu terlihat, maka haram untuk menyentuhnya” sumber
(Syarhul Minhaj 6/195)(Membongkar Selubung Hizbut Tahrir (iii), Syaikh Abdurrahman Ad Dimasyqiyyah)(salaf)
Pendapat yg sangat subjektif. Sy yakin anda mengkaji refrensi hanya berdasar persepsi anda. Silahkan hadir d halaqah ula Hizbut Tahrir. Krna hanya akan menjadi fitnah ketika pendapat pribadi diatasnamakan sebagai kebenaran
BalasHapusMudah saja, jika artikel di atas memang keliru (menurut anda), Buktikan saja agar dunia mengetahuinya. biar gak ada prasangka buruk, betul gak?
Hapuscoba cek link ini -> http://majalah-onlineku.blogspot.com/2013/08/apa-alasan-syari-dengan-rentetan-fitnah.html
Jadi bagaimana harua bersikap pada hizb ini?
BalasHapus