Meskipun banyak yang tidak menyukai mendiang Hugo
Chavez, saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang
menyukainya. Meskipun menyukai sepak terjang sang commandante, saya
tidak seperti pemuja Che Guevara yang memasang poster Che di kamar dan
mempunyai beberapa kaos bergambar dirinya. Mungkin syndrome Daud versus
Jalut (David vs Goliath) yang selalu membuat saya lebih memilih dan
berpihak pada orang yang mencoba melawan raksasa kemapanan.
Sang
commandante dengan sepak terjangnya sedikit banyak mencitrakan dialah
sang David yang berani melawan hegemoni dari negara raksasa. Tanpa ada
rasa takut dia secara terbuka mengolok-olok kepala dari sang raksasa.
Majelis Umum PBB setiap tahun menjadi teater menarik ketika sang
commandante tampil dengan gayanya yang memukau dengan pidato bahasa
spanyol yang menghentak-hentak dan intonasi berirama.
Meskipun USA adalah salah satu konsumen terbesar
dari minyak Venezuela, itu tak membuat sang commandante harus menahan
diri dan menjaga lisannya agar jangan sampai USA mengalihkan pembelian
minyaknya dari Venezuela. Mungkin sang commandante sadar bahwa USA yang
digerakkan oleh kaum kapitalis selalu digerakkan oleh kepentingan
ekonominya dan rela berkorban apa saja yang penting kantong tetap tebal
dan perut tetap kenyang. USA tidak mungkin mengalihkan sebagian supply
minyaknya dari Venezuela yang merupakan tetangga di halaman belakang ke
negara timur tengah yang harus menempuh jarak jauh dan melewati berbagai
daerah rawan konflik.
Di masa sang commandante berkuasa sebagai presiden,
dia memutar rasio bagi hasil minyak Venezuela dengan perusahaan asing.
Jika sebelumnya rasio itu jauh lebih berat menguntungkan perusahaan
asing, maka dirubahnya sehingga menguntungkan Venezuela. Dengan cara
pintar dia tidak sepihak membatalkan kontrak yang sudah ditandatangani
penguasa sebelumnya. Tapi dia mengancam perusahaan asing itu jika tidak
mau merubah kontrak dan membalikkan rasio keuntungan maka dia akan
membuat undang-undang yang akan membuat perusahaan asing itu mendapat
beban lebih berat dengan berbagai pungutan yang tentu saja valid dan sah
karena dibuat berdasarkan undang-undang baru. Alih-alih kabur dan
meninggalkan venezuela, perusahaan asing itu akhirnya setuju merubah
kontraknya dan keuntungan terbesar sekarang menjadi bagian dari
pemerintah dan rakyat Venezuela. Karena dengan kontrak baru pun
perusahaan asing masih mendapatkan keuntungan.
Sang commandante telah wafat dengan sejuta kenangan
dari rakyatnya. Sang commandante berbahagia karena wafat disaat masih
dicintai oleh sebagian besar rakyatnya. Terbukti Sang commandante
terpilih sebagai presiden meskipun dalam kondisi sakit dan dalam
perawatan. Yang lebih mungkin membahagiakan adalah yang terpilih
menggantikannya adalah Meduro, kader utamanya yang juga wakil presiden
semasa sang commandante menjabat sebagai presiden.
Tak semua cerita manis tentang sang commandante.
Angka korupsi venezuela meningkat. Ada berbagai kekurangan di era sang
commandante menjabat. Tapi saya tetap menghargainya karena sang
commandante adalah sedikit pemimpin negara yang berani melawan hegemoni
negara besar dan berjuang demi kepentingan rakyat sendiri.
Baru-baru ini telah dilangsungkan KTT G-20 di St
Pettersbug di Russia. Dalam KTT itu krisis Syria tidak pernah menjadi
agenda resmi, tapi yang terjadi adalah KTT G-20 bahkan seakan menjadi
KTT tentang Syria. Hal ini terjadi karena Obama sudah bertekad tetap
akan menyerang Syria sedangkan sang tuan rumah Kamerad Vladimir Putin
tidak menginginkan USA menyerang Syria kecuali sudah mendapatkan mandat
dari PBB. KTT menjadi ajang mencari dukungan bagi dua kubu tersebut.
Hasilnya USA dengan didukung sekutu tradisionalnya seperti Inggris,
Perancis, Jerman, Turki, dan Saudi tetap menginginkan USA menyerang
Syria. Disisi lain Russia, China, India, Indonesia, Afrika Selatan tetap
menolak USA menyerang Syria kecuali mendapatkan mandat dari PBB.
Pada akhir KTT dalam konferensi pers bahkan Kamerad
Putin dengan terang-terangan mengatakan bahwa Russia akan membantu
Syria jika ada yang mencoba menyerangnya. Itu sama saja dengan
mengatakan ke USA bahwa jangan ganggu, karena jika diganggu maka sayalah
lawanmu. Ucapan sang Kamerad ini amat penting. Masih teringat dengan
perang Vietnam, dimana USA yang mendukung pemerintah Vietnam Selatan
sudah kegatalan untuk membom Korea Utara dengan bom nuklir terpaksa
harus mengurungkan niatnya dan menahan diri tak menggunakan bom pemusnah
massal itu karena Uni Sovyet sudah mengancam akan membalas nuklir USA
itu.
Alih-alih dari From Russia with Love, Obama terpaksa harus menahan muka merah dan bahkan menjadi From Russia with Shame.
Sang Kamerad yang kembali coba membangun Russia dari traumatik
runtuhnya Uni Sovyet menjadi the rising star. Akankah sang Kamerad
menjadi David pengganti Chavez ? Sepertinya sang kamerad tak layak
disebut Sang David, karena Russia adalah sebuah negara raksasa. Yang
terjadi adalah Goliath vs Goliath. Semoga jika para gajah bertarung,
rumput-rumput disekitarnya tak binasa.[kompasiana]
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda