Si
dul anak bungsu musisi terkenal Ahmad Dhani, sudah resmi dijadikan
tersangka peristiwa tabrakan maut jalan tol Jagorawi yang melibatkan
sedan Mitsubishi Lancer, Toyota Avanza dan Daihatsu Grand Max. Meski
begitu pihak kepolisian akan tetap mempertimbangkan si dul yang masih
anak-anak.
Berita
pun beredar bahwa hal tersebut terjadi akibat anak jadi korban
ketidakhormonisan orang tua, anak jadi korban salah asuh tak pelak Ahmad
Dhani kabarnya juga akan diperiksa bahkan mungkin saja jadi tersangka
karena dianggap lalai dalam mengasuh anak.
Mengenai tabrakan maut ini, saya melihatnya dari sisi lain, ada beberapa yang hal yang dapat jadi perhatian kita semua, yakni :
1. Terlalu banyak mobil pribadi.
Jalan-jalan di Jakarta atau kota-kotat besar di Indonesia pada umumnya
dipenuhi oleh mobil pribadi. Setiap anggota keluarga dari sebuah
keluarga golongan ekonomi menengah keatas dapat dipastikan memiliki
masing-masing mobil pribadi bahkan ada sopirnya.
Satu
mobil buat Ayah untuk ke kantor, satu mobil buat ibu buat shopping atau
belanja ke mall, satu mobil buat kakak untuk kuliah dan satu mobil buat
adik untuk pergi ke sekolah.
Ketika
seorang anak mempunyai mobil sendiri meski ada sopirnya pasti ada
kecenderungan keinginan hati untuk mencoba menyetir sendiri minimal di
komplek sekitar rumah. Lama-kelamaan muncul keberanian untuk mencobanya
langsung ke jalan raya meski sudah ada rambu-rambu larangan dari orang
tua.
Indonesia
merupakan pangsa pasar favorit bagi pabrikan mobil Jepang dan Eropa,
coba lihat saja ketika ada pameran launching mobil keluaran terbaru
pasti habis terjual bahkan sampai kebanjiran indent segala.
Jadi
sudah saatnya, Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menekan
kepemilikan mobil pribadi, tentunya banyak cara yang ditempuh dari pajak
yang tinggi, biaya parkir yang mahal, atau mengenai pajak mobil yang
masuk kota dll.
Namun,
Pemerintah terlebih dahulu harus menyediakan transportasi massal yang
aman, nyaman, murah dan ramah lingkungan. Ini mulai terlihat pada
kebijakan pemerintah DKI Jakarta seperti proyek monorel, MRT dan peremajaaan
metromini.
2. Tidak ada polisi jalan raya pada malam hari.
Sempat heran juga kenapa si Dul yang berusia 13 tahun dapat bebas
membawa mobil di jalan raya apakah tidak ada yang memperhatikan saat dia
mengemudikan mobil. Mulai dari orang tua, penjaga pintu tol, atau
pengemudi lain. Namun kalau di jalan raya tentunya tugas pak polisi.
Tapi dapat dimaklumi kita katanya masih kekurangan tenaga polisi apalagi polisi jalan raya yang bertugas di malam hari.
Di
luar negeri sana, baik siang hari maupun malam hari bahkan tengah malam
ada petugas polisi yang bertugas di jalan raya yang tugas adalah
berpatroli memperhatikan mobil yang dikendarai diatas batas maximum
kecepatan yang diizinkan atau mencegat mobil yang dikendarai ugal-ugalan.
3. Pembatas Jalan yang kurang kuat. Memperhatikan
hasil photo kasus tabrakan si dul, terlihat rengsekan mobil yang
menyatu dengan baja pembatas jalan yang hancur. Hal ini mungkin saja
baja pembatas jalannya kurang kuat.
Mungkin
para Peneliti Bidang Jalan Raya dapat melakukan riset untuk mendapatkan
bahan (baja atau lainnya) pembatas jalan yang kuat terhadap
benturan/tabrakan dengan kecepatan maximum.
Dapat
juga mengadopsi desain jalur keamanan balapan formula one yang kalau
kita perhatikan kiri kanan jalan sirkuit terdapat hamparan pasir atau
kerikil yang mampu meredam kecepatan mobil apabila terjadi slip atau
tabrakan.
4. Seleksi memperoleh SIM yang belum ketat. Di
sini memperoleh Surat Ijin Mengemudi (SIM) sepertinya masih belum
begitu ketat bahkan yang belum punya SIM dapat mengemudikan mobil di
jalan raya. Di Amerika Serikat sangat sulit memperoleh SIM karena
seleksinya ketat. Biasanya calon pengemudi harus memenuhi standar nilai
point yang sudah ditetapkan tentang teknis dan etika dalam mengemudi
mobil yang baik, benar dan aman. Satu saja criteria yang tak terpenuhih
maka tak lulus dan mengulang lagi dari awal.
5. Pelajaran pentingnya keselamatan di jalan raya. Ada
baiknya ada disisipkan pada pelajaran sekolah tentang betapa pentingnya
keselamatan mengemudi terutama disampaikan bahwa anak-anak tidak/belum
boleh mengemudikan kendaraan sebelum berumur 17 tahun dan belum punya
SIM.
Disampaikan
juga alasannya kenapa mereka masih belum boleh mengemudi agar mereka
mengerti seperti dari segi mental dan segi emosi anak-anak belum siap
sehingga berpotensi membahayakan dirinya sendiri dan juga jiwa orang
lain.
Disampaikan
juga hukuman penjara dan hukuman yang mereka terima bila melanggar
peraturan lalu lintas apalagi sampai menimbulkan kecelakaan
Disampaikan
juga mengenai statistik kecelakaan lalu lintas di jalan dan diputarkan
film dokumentasi tentang kecelakaan lalu lintas agar anak-anak semakin
mengerti dan paham bahwa menjaga keselamatan di jalan raya itu penting
demi kemaslahatan bersama.
Penutup, penulis turut berduka cita atas peristiwa tabrakan jagorawi semoga ke depannya tidak terjadi lagi amin.SALAM KOMPASIANA. [kompasiana]
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda