Dari kanan ke kiri: Rieke Diah Pitaloka, Maruarar Sirait dan Efendi Simbolon |
Senayan - Sejumlah kader PDIP pengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kenaikan harga BBM dinilai emosional dan kurang dapat memberikan argumen yang kuat. Hal itu diperkuat dengan fakta bahwa kader tersebut merupakan orang yang sebelumnya disebut-sebut bakal masuk struktur kabinet tapi kemudian batal.
“Kesannya emosional dan reaktif, dari posisi pendukung mati-matian saat kampanye ke seolah-olah pihak oposisi,” ujar analis politik Freedom Foundation, Muhammad Nabil di Jakarta, Jumat (7/11).
Nabil menambahkan bahwa penolakan tersebut juga dapat menjadi indikasi keretakan di tubuh partai penguasa itu. “Saya rasa ini awal perpecahan di tubuh PDIP. Bahkan ini bisa berimbas ke KIH (Koalisi Indonesia Hebat-red),” ujarnya.
Direktur Riset Freedom Foundation ini menyebut bahwa kader yang menolak seperti Rieke Diah Pitaloka, Maruarar Sirait dan Efendi Simbolon adalah representasi kader muda pembela Jokowi tapi kurang dekat dengan Megawati.
“Kita tahu bahwa Ara (Maruarar Sirait-red) digadang-gadang jadi menteri tapi tak direstui Megawati. Rieke juga sudah mati-matian kampanye membela Jokowi, tapi tak mendapat posisi apa-apa,” jelasnya.
Nabil menilai bahwa semangat menolak kenaikan harga BBM lebih baik dilakukan dengan memberikan argumen rasional dari sisi ekonomi, ketimbang mengedepankan cara politik dengan menyerang sebuah kebijakan didasarkan kepada pribadi pemangku kebijakan.
“Ada yang menyalahkan JK (Jusuf Kalla), ada yang menyerang menteri-menterinya. Ini cara penolakan yang tak baik mengingat mereka adalah orang-orang yang tak kebagian jatah,” pungkasnya. sumber
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda