Breaking News
Loading...
Sabtu, 21 Februari 2015

Info Post
Australia
JAKARTA - Pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott perihal bantuan Australia kepada Indonesia pasca-tsunami di Aceh, menuai kontroversi. Sebab, bantuan itu dikaitkan dengan keinginan pembatalan pelaksanaan hukuman mati atas dua warganya.

Dua warga Australia, Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (33), yang memimpin kelompok perdagangan narkoba dengan julukan Bali Nine, berada di antara kelompok narapidana yang akan menghadapi regu tembak pada gelombang eksekusi mati berikutnya.
PM Australia Tony Abbott memang mendesak Indonesia untuk mengingat kontribusi besar Canberra dalam bantuan setelah tsunami dahsyat tahun 2004 di Aceh dan membayar kemurahan hati itu dengan membatalkan eksekusi mati dua warganya.
"Australia telah mengirim bantuan miliaran dollar," katanya seraya menambahkan, Australia selalu ada untuk membantu Indonesia sehingga berharap Indonesia bisa membalas dengan cara membatalkan eksekusi mati.
Jika tetap mengeksekusi dua warganya, ancam dia, maka Australia akan sangat kecewa dan tidak akan berdiam diri.
"Australia seolah tidak tulus dan ikhlas dalam menyampaikan bantuan. Bantuan diberikan seolah untuk menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap Australia. Saat ini, ketika ada kepentingan Australia, ketergantungan itu yang digunakan," kata Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Kamis (19/2/2015).
Menurutnya, Abbott telah memberi persepsi yang salah terhadap bantuan Australia untuk para korban tsunami di Aceh. Pernyataan Abbott juga bakal menguatkan persepsi masyarakat Indonesia bahwa bantuan dari luar negeri membawa kepentingan dari negara tersebut.
"Tidak ada makan siang yang gratis," ujarnya.

Ia menambahkan, Abbott bukanlah Perdana Menteri atau pengambil kebijakan ketika Australia memberi bantuan ke Indonesia pasca-tsunami Aceh pada 2006.
"Namun, sekarang telah disalahmanfaatkan oleh Abbott, seolah bantuan tersebut dapat ditukar dengan pembatalan pelaksanaan hukuman mati," ungkapnya seraya menyikapi serius soal Abbott yang mempermasalahkan adanya warga Australia yang meninggal dunia saat bantuan tsunami.
Pernyataan itu seolah menunjukkan ingin ada barter nyawa dari korban tsunami kemarin dengan dua terpidana mati Bali Nine saat ini.
"Tidak seharusnya nyawa warga Australia yang memberi bantuan di Aceh dibarter dengan nyawa dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati karena melakukan kejahatan yang serius di Indonesia," paparnya.
Hikmahanto menilai, pernyataan kontroversi dilepas Abbott sebagai upaya terakhir pemerintah Australia jelang pelaksanaan hukuman mati dua warganya.
Selain itu, konstelasi perpolitikan internal mengharuskan Abbott untuk memiliki keunggulan dalam berbuat agar ia dapat mempertahankan kursi perdana menterinya.
"Jurus 'dewa mabuk' pun dilakukan. Isu pelaksanaan hukuman mati di Indonesia telah dijadikan komoditas politik oleh para politisi Australia," imbuhnya.
Rabu lalu, Jaksa Agung, HM Prasetyo mengumpulkan sejumlah kepala kejaksaan tinggi untuk membahas pelaksanaan eksekusi mati tahap kedua.
Kejati Bali sudah siap, termasuk mengirimkan narapidana mati ke LP Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Namun akhirnya, pemerintah Indonesia bersedia menunda eksekusi terpidana mati Myuran dan Andrew. Menteri Luar Negeri Australia Julia Bishop pun mengucapkan terima kasih kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla karena penundaan eksekusi mati. Ucapan terima kasih tersebut dikemukakan Bishop saat menghubungi Jusuf Kalla melalui telepon.
"Menlu berterima kasih karena pemerintah Indonesia sudah menunda eksekusi tersebut," kata juru bicara Wapres, Husain Abdullah, kemarin.
Menurutnya, Jusuf Kalla menjelaskan penundaan eksekusi terpidana mati lantaran masalah teknis semata. Penundaan tidak berkait dengan tekanan Australia selama ini. "Beliau bisa menerima. Intinya pemerintah Australia siap bekerja sama dengan Indonesia," ucap Abdullah.
Abdullah menambahkan, keduanya juga berkomitmen untuk memerangi narkoba. Kedua negara menyadari narkoba berbahaya bagi masa depan bangsa. "Apalagi sudah banyak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika ini," ujarnya.
Menyangkut pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang mengaitkan bantuan Australia kepada Indonesia dengan pelaksanaan hukuman mati terhadap dua warga negara terpidana mati tersebut, Bishop menyebut, pihaknya tidak bermaksud pamrih.
"Tadi siang sekitar pukul 12.00, Menlu Australia (Julie Bishop) menelepon Jusuf Kalla sebagai wapres. Beliau berusaha memberi penjelasan bahwa pemerintahannya itu tak bermaksud ada pamrih saat menyinggung soal tsunami," tambah Abdullah.
Ia mengemukakan, tsunami pada 2004 lalu tidak berkait dengan dua warga negara Australia yang akan dihukum mati di Indonesia. Menlu tidak mau pernyataan tersebut disalahtafsirkan dan membuat hubungan Indonesia-Australia memburuk.
Atas pernyataan Bishop, Kalla menerima dengan baik penjelasan itu. Mantan Menko Kesra itu berencana menyampaikan masalah itu kepada Presiden Joko Widodo.
Kejagung akan mengeksekusi 11 terpidana mati yang sudah ditolak permohonan grasinya. Kesebelas terpidana mati itu, Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana, Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkotika, Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkotika, Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana, Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana, dan Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkotika.
Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkotika, Zainal Abidin (WNI) kasus narkotika, Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkotika, Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkotika, dan Andrew Chan (WN Australia) kasus narkotika.
sumber: Tribunnews
---
Komentar anda

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda