Rafiat kini tak bisa lagi meneruskan pendidikannya di Kara-Tyube, Rusia
Selatan. Pasalnya, sekolah tersebut telah men-drop out remaja 15 tahun
ini lantaran ia teguh memakai jilbab.
Pilihan sulit dihadapi Rafiat,
apakah ia mau melepas jilbabnya agar bisa tetap bersekolah di situ, atau
tetap berjilbab dengan konsekuensi “diusir” dari sekolah. Rafiat
menerima putusan di-drop out asal tetap bisa berjilbab, meski dengan
menangis meninggalkan sekolah.
Rafiat sebenarya bukan murid biasa. Ia adalah pemenang olimpiade lokal. Namun, ia kini terusir ketika jilbab tidak boleh lagi dipakai di bumi belahan selatan Rusia itu.
Sedangkan sang ayah, Ali Salikhov akan mengantarkan Rafiat pindah ke Dagestan. Di negara bagian paling selatan Rusia itu, Raifat akan tenang menggunakan jilbab. Hanya saja ia harus rela menurunkan sedikit derajat pendidikannya.
Sang ibu, Maryam Salikhova mengatakan tidak sekalipun anak gadisnya itu menanggalkan jilbab. Teman-teman sekelas Rafiat juga menjadi saksi keteguhan Rafiat berjilbab. "Ia sudah mulai dewasa. Tapi tidak mau melepaskannya (jilbab). Sekalipun di dapur," kata Maryam, kepada the New York Times, Selasa (19/3).
Keluarga Salikov tinggal di kawasan bersalju di Stavropol, bagian selatan Moskow. Mereka tinggal di lahan miskin di Desa Kara-Tyube. New York Times menggambarkan jalanan di tempat itu berantakan, kotoran domba yang berceceran. Saluran air tidak berjalan normal, tapi air tergenang di mana-mana.
Di daerah yang tidak terlalu mendapat perhatian pembangunan itu, pemerintah menjadikannya contoh untuk pengusiran kelompok Muslim. Keluarga Salikov satu di antara korban, dan Raifat bersama adik-adiknya, menjadi korban pertama di wilayah berpopulasi 2,7 juta jiwa tersebut.
Seperti dikutip dari Republika, kejadian ini berawal pada September 2012 saat kepala sekolah tempat Rafiat menimba ilmu tidak mengakui anak didik yang mengenakan jilbab. Rafiat diberi waktu satu bulan membuka penutup auratnya itu.
Setelah sebulan berlalu, remaja teladan itu tak menghiraukan perintah kepala sekolahnya. Pada Oktober 2012, Rafiat di drop out. Adik sepupunya, Amina (10 tahun) dan adiknya Aisyah (5) juga mendapat perlakuan sama,
Kepala sekolah menjadi pahlawan bagi kelompok ortodoks. Kabar itu mematik kemarahan umat Muslim. Ketegangan sempat meningkat, dan Moskow mendengar kemarahan itu.
Perdana Menteri Vladimir Putin memberikan otonom kepada pemerintah lokal dan menyerahkan persoalan tersebut kepada pemerintahan setempat. Dengan populasi hanya 10 persen, umat Muslim terpinggirkan. [IK/Rpb]
Rafiat sebenarya bukan murid biasa. Ia adalah pemenang olimpiade lokal. Namun, ia kini terusir ketika jilbab tidak boleh lagi dipakai di bumi belahan selatan Rusia itu.
Sedangkan sang ayah, Ali Salikhov akan mengantarkan Rafiat pindah ke Dagestan. Di negara bagian paling selatan Rusia itu, Raifat akan tenang menggunakan jilbab. Hanya saja ia harus rela menurunkan sedikit derajat pendidikannya.
Sang ibu, Maryam Salikhova mengatakan tidak sekalipun anak gadisnya itu menanggalkan jilbab. Teman-teman sekelas Rafiat juga menjadi saksi keteguhan Rafiat berjilbab. "Ia sudah mulai dewasa. Tapi tidak mau melepaskannya (jilbab). Sekalipun di dapur," kata Maryam, kepada the New York Times, Selasa (19/3).
Keluarga Salikov tinggal di kawasan bersalju di Stavropol, bagian selatan Moskow. Mereka tinggal di lahan miskin di Desa Kara-Tyube. New York Times menggambarkan jalanan di tempat itu berantakan, kotoran domba yang berceceran. Saluran air tidak berjalan normal, tapi air tergenang di mana-mana.
Di daerah yang tidak terlalu mendapat perhatian pembangunan itu, pemerintah menjadikannya contoh untuk pengusiran kelompok Muslim. Keluarga Salikov satu di antara korban, dan Raifat bersama adik-adiknya, menjadi korban pertama di wilayah berpopulasi 2,7 juta jiwa tersebut.
Seperti dikutip dari Republika, kejadian ini berawal pada September 2012 saat kepala sekolah tempat Rafiat menimba ilmu tidak mengakui anak didik yang mengenakan jilbab. Rafiat diberi waktu satu bulan membuka penutup auratnya itu.
Setelah sebulan berlalu, remaja teladan itu tak menghiraukan perintah kepala sekolahnya. Pada Oktober 2012, Rafiat di drop out. Adik sepupunya, Amina (10 tahun) dan adiknya Aisyah (5) juga mendapat perlakuan sama,
Kepala sekolah menjadi pahlawan bagi kelompok ortodoks. Kabar itu mematik kemarahan umat Muslim. Ketegangan sempat meningkat, dan Moskow mendengar kemarahan itu.
Perdana Menteri Vladimir Putin memberikan otonom kepada pemerintah lokal dan menyerahkan persoalan tersebut kepada pemerintahan setempat. Dengan populasi hanya 10 persen, umat Muslim terpinggirkan. [IK/Rpb]
http://www.bersamadakwah.com/2013/03/gara-gara-berjilbab-pelajar-rusia.html
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda