Breaking News
Loading...
Kamis, 21 Maret 2013

Info Post
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memperluas definisi pelaku berzina hingga ke pasangan lajang. Dalam KUHP lama, pasal ini hanya menjerat pelaku--baik salah satu maupun kedua pelaku--yang terikat perkawinan.
 
Dalam dokumen rancangan KUHP yang diterima VIVAnews, Pemerintah mencantumkan masalah ini di Pasal 483. Selain memperluas definisi pelaku, Pemerintah juga menaikkan pidana dari sebelumnya hanya 9 bulan menjadi lima tahun.

Perbuatan zina ini tercantum di bagian Keempat dengan judul 'Zina dan Perbuatan Cabul.' Berikut bunyi Pasal 483 ayat (1-4):

(1) Dipidana karena  zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:

a. laki laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;

b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan  laki laki yang bukan suaminya;

c. laki laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan,  padahal diketahui  bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan; 

d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki laki, padahal diketahui  bahwa laki laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau

e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.  
       
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menjelaskan, pasal ini merupakan bentuk pengaturan ketertiban. "Ini menampung satu perkembangan pemikiran hukum bahwa kebebasan seperti ini tidak boleh tanpa ada aturan," kata Amir.

Lihat videonya di sini.

Di samping itu, pasal ini juga menimbang nilai budaya dan norma agama. "Tapi tetap harus ada batasan sedemikian rupa sehingga UU ini tidak sewenang-wenang diterapkan," kata dia. Salah satu batasan adalah delik aduan di mana harus ada yang keberatan dengan perbuatan zina.

"Orang yang keberatan pun tidak boleh sembarangan. Di Pasal 483 dijelaskan, pihak ketiga itu pihak yang berkepentingan. Mereka harus ditanya, sejauh mana terganggunya," jelas Amir.  (VIVAnews)

0 komentar:

Posting Komentar

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda