Beberapa saudara muslim sudah ada yang mengenali dan mewaspadai
beberapa tokoh syi’ah berikut ini. Namun mayoritas muslim belum,
lantaran ada pengaburan dan tipu-tipu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
ini. Mereka para tokoh syi’ah adalah orang-orang yang tampil di
permukaan.
Menurut ustadz Farid Ahmad Okbah MA, Direktur Pesantren Al-Islam “Mereka yang ada di organisasi-organisasi syi’ah seperti ABI, IJABI dan lain-lain tidak melakukan taqiyah (berdusta untuk menyembunyikan keyakinan syi’ahnya).” Demikian ungkap ustadz kepada arrahmah.com beberapa waktu lalu. Mereka syiah tulen.
Menurut ustadz Farid Ahmad Okbah MA, Direktur Pesantren Al-Islam “Mereka yang ada di organisasi-organisasi syi’ah seperti ABI, IJABI dan lain-lain tidak melakukan taqiyah (berdusta untuk menyembunyikan keyakinan syi’ahnya).” Demikian ungkap ustadz kepada arrahmah.com beberapa waktu lalu. Mereka syiah tulen.
Saat ini mereka semakin berani dengan mulutnya mengatakan dirinya
syi’ah, demikian pula dalam bentuk dukungan fisik material dan mental
spiritual terhadap pengikutnya. Seperti terekam dalam kehadiran
tokoh-tokoh ini di tempat pengungsi syi’ah Sampang, Madura, sebagai
bentuk dukungan terhadap mereka. Berikut ini adalah tokoh-tokoh
tersebut:
1. Jalaludin Rahmat
Seorang yang pada tahun akhir 1980-an dikenal sebagai pakar
komunikasi. Sampai saat ini dia adalah pengajar di Universitas
Padjajaran (Unpad) Bandung. Dia disebut-sebut sebagai tokoh sentral
syi’ah Indonesia. Ternyata ini bukan isapan jempol bila dilihat dari
kiprahnya dan dan sepak terjangnya pada organisasi syi’ah di Indonesia.
Pendiri dan pimpinan SMA Muthahhari, Bandung ini juga menjadi pendiri
Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta bersama Dr. Haidar Bagir.
Jalaludin Rahmat kini menjabat sebagi Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah
Ahlul Bait Indonesia (IJABI) yang kini sudah mempunyai hampir 100
Pengurus Daerah (tingkat kota) di seluruh Indonesia dengan jumlah
anggota sekitar 2,5 juta orang. Selain itu ia mendirikan Pusat Kajian
Tasawuf (PKT): Tazkia Sejati, OASE-Bayt Aqila, Islamic College for
Advanced Studies (ICAS-Paramadina), Islamic Cultural Center (ICC) di
Jakarta, PKT Misykat di Bandung. Semua lembaga-lembaga tersebut adalah
organisasi syi’ah. Bisa dilihat pada buku Fakta dan Data Perkembangan Syi’ah di Indonesia September 2012, karya ustadz Farid Ahmad Okbah MA.
Adapun pernyataan Kang Jalal, begitu dia biasa dipanggil yang
mendukung syi’ah yakni pada 29 Agustus 2012 lalu, dia mengancam untuk
menumpahkan darah Ahlus Sunnah di Nusantara atas bentrokan Sampang
Madura. “Orang-orang Syiah tidak akan membiarkan kekerasan ini. Karena
untuk pengikut Syiah, mengucurkan darah bagi Imam Husein adalah sebuah
kemuliaan,” ujar Jalaluddin.
2. Dina Y. Sulaeman,
Perempuan
yang lahir di Semarang pada 30 Juli 1974. Penerima summer session
scholarship dari JAL Foundation untuk kuliah musim panas di Sophia
University Tokyo ini lulus dari Fak. Sastra Arab Universitas Padjdjaran
tahun 1997. Ia sempat menjadi staf pengajar di IAIN Imam Bonjol Padang.
Tahun 1999 meraih beasiswa S2 dari pemerintah Iran untuk belajar di
Faculty of Teology, Tehran University. Tahun 2011, ia menyelesaikan
studi magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran. Tahun
2002-2007 ia berkarir sebagai jurnalis di Islamic Republic of Iran
Broadcasting.
Dina penulis yang produktif, banyak masyarakat yang tidak mengetahui
bahwa dia adalah seorang syiah sejati. Berikut ini sejumlah buku yang
telah ditulisnya, antara lain, Oh Baby Blues, Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran, Pelangi di Persia, Ahmadinejad on Palestine, Obama Revealed, Bintang-Bintang Penerus Doktor Cilik, Princess Nadeera, Prahara Suriah dan Journey to Iran. Aktif
menulis artikel opini politik Timur Tengah yang dimuat di media massa
dan berbagai website. Otong Sualeman suami Dina, juga syiah, dia adalah
mahasiswa Qom yang menulis novel Dari Jendela Hauzah, terbitan grup
Mizan. Keduanya pernah bekerja sebagai jurnalis di IRIB (Radio Iran
Indonesia) selama tujuh tahun di Iran.
3. Haidar Bagir
Haidar
Bagir bersama Jalaluddin Rakhmat, mendirikan Yayasan Muthahhari, yang
mengelola SMA (Plus) Muthahhari di Bandung dan Jakarta.
Haidar Bagir merupakan pendiri perusahaan Penerbit Mizan. Oleh karena
itu, perlu diwaspadai buku-buku terbitan Mizan tentang persoalan Syiah
dan Ahlus Sunnah. Demikian juga ia pernah bekerja di surat kabar
Republika, sehingga sampai sekarang pengaruhnya terhadap pemberitaan
Syi’ah masih menyudutkan Ahlus Sunnah, membela Iran dan sekutu-sekutu
Syi’ahnya, dan melakukan taqiyah dalam pemberitaannya.
Haidar Bagir lahir di Solo, 20 Februari 1957 ini adalah alumnus
Teknologi Industri ITB 1982 dan mengenyam pendidikan pasca sarjana di
Pusat Studi Timur Tengah Harvard University, AS 1990-1992, dan S-3
Jurusan Filsafat Universitas Indonesia (UI) dengan riset selama setahun
(2000 – 2001) di Departemen Sejarah dan Filsafat Sains, Indiana
University, Bloomington, AS. Sejak awal 2003, dia mendapat kepercayaan
sebagai Ketua Yayasan Madina Ilmu yang mengelola Sekolah Tinggi Madina
Ilmu yang berlokasi di Depok.
Di antara pengalaman pekerjaan lainnya, menjadi direktur utama GUIDE
(Gudwah Islamic Digital Edutainment) Jakarta, ketua Pusat Kajian Tasawuf
Positif IIMaN, Ketua Badan Pendiri YASMIN (Yayasan Imdad Mustadh’afin),
staf pengajar Jurusan Filsafat Universitas Madina Ilmu (1998), staf
pengajar Jurusan Filsafat Universitas Indonesia (1996), dan staf
pengajar Jurusan Filsafat Universitas Paramadina Mulya, Jakarta (1997).
4. DR. Khalid Al Walid, MA
Ketua
Majelis Ulama Indonesia Pusat KH. Cholil Ridwan, menjelaskan bahwa
organisasinya melakukan evaluasi atas dugaan adanya seorang tokoh Syiah
dalam kepengurusan MUI pusat. Hal ini mengemuka setelah tokoh tersebut
datang ke Sampang atas nama MUI pusat, mendesak dicabutnya fatwa sesat
Syiah dari MUI Jatim.
Pengurus MUI yang terindikasi sebagai penganut Syiah adalah DR.
Khalid Al-Walid. Ia adalah alumnus dari Hawzah Ilmiah Qom, yang judul
desertasinya di UIN Syarif Hidayatullah adalah “Pandangan Eskatologi
Mulla Shadra”.
Saat disertasinya diuji oleh tim penguji dari UIN Syarif
Hidayatullah, Prof. DR. Azyumardi Azra pada Tahun 2008 lalu. Tiba di
bagian akhir acara, Azyumardi bertanya, “Apakah Anda penganut mazhab
Syi’ah? Jangan salah duga”. Tanyanya.
“Saya akan bangga bila UIN berhasil meluluskan seorang doktor Syiah,
karena menjadi bukti nyata bahwa lembaga ini menjunjung tinggi
pluralisme dan toleransi antar mazhab Islam,” lanjut Direktur
Pascasarjana UIN tersebut.
Khalid Al Walid saat itu menjawab, “Eh… Saya sama dengan Pak Haidar,”
jawabnya berdiplomasi seraya menunjuk DR. Haidar Bagir yang duduk di
samping Prof. DR. Mulyadhi Kartanegara yang menjadi pembimbing disertasi
Khalid Al Walid. Sebagaimana diketahui, Haidar Bagir adalah tokoh Syiah
di Indonesia dan selalu membela berbagai kepentingan Syiah.
Selain itu, DR Khalid Al Walid juga menjabat sebagi dewan syuro Ahlul Bait Indonesia (ABI), ormas lokomotif kelompok syiah di Indonesia.
Dalam daftar pengurus MUI yang tercantum dalam situs resminya,
tercantum nama Dr. H. Khalid al-Walid, M.Ag yang menjabat sebagai Wakil
Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Pusat.
5. Muhsin Labib
5. Muhsin Labib
Labib
adalah Dosen Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah yang merupakan lulusan
Muhsin Qum Iran. Ia menulis banyak buku tentang Syiah dan menjadi
pembela Syi’ah Imamiyah di berbagai kesempatan.
Di antara buku-bukunya adalah Ahmadinejad: David di Tengah
Angkara Goliath, Husain Sang Ksatria Langit, Kamus Shalat, Gelegar Gaza,
Primbon Islam, Goodbye Bush,dan lainnya.
Muhsin Labib pernah mengatakan, “Orang yang anti Syiah adalah orang
yang esktrimis dan menjadi ancaman bagi negara Republik Indonesia.”
6. Penyanyi Haddad Alwi
Dia adalah penyanyi yang cukup terkenal yang biasa berduet dengan
biduanita Sulis. Salah satu lagunya yang berjudul Ya Thoyibah, diubah
liriknya dalam bahasa Arab dan berisi pujian pada Ali bin Abi Thalib
secara berlebihan.
Hadad Alwi turut mengunjungi korban konflik sosial syiah di Sampang
Madura 29 September 2012. Dia memberi motivasi dan dukungan kepada para
pengungsi syiah.
Sementara, kalau nyanyiannya itu seperti Ya Thoybah, tidak mudah
diidentifikasi oleh orang awam kebanyakan, sehingga orang tidak mudah
untuk menyalahkannya. Karena dia berbahasa Arab, menyebut nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu menyebut Al-Quran dan sebagainya.
Padahal, nyanyian Ya Thoybah itu justru isinya berbahaya bagi Islam,
karena ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memuji Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu.
Berikut ini kutipan bait yang ghuluw dari nyanyian Ya Thoybah (wahai
Sang Penawar): Ya ‘Aliyya bna Abii Thoolib Minkum mashdarul mawaahib.
Artinya: “Wahai Ali bin Abi Thalib, darimulah sumber keutamaan-keutamaan
(anugerah-anugerah atau bakat-bakat).”
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda