Wirathu yang dijuluki 'The Face of Buddhist Terrorism' oleh majalah berita Time |
Sekitar 1,500 biksu dari seluruh Myanmar mendukung usul Wirathu namun pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi menolak
Seorang biksu Myanmar yang dijuluki 'The Face of Buddhist Terrorism' oleh majalah berita Time belum lama ini, mengusulkan Undang-undang yang melarang perkawinan antara penganut Budha dan Muslim, demikian dikutip laman Radio ABC, Austalia.
Biksu radikal U Wirathu selama ini memimpin ratusan biksu untuk melancarkan protes.
Bulan lalu, ia bersama sekitar 200 biksu lainnya di Yangon membahas
bagaimana mengakhiri kekerasan agama yang dimulai di negara bagian
Rakhine tahun lalu antara umat Budha dan Muslim Rohingya.
Di situlah U Wirathu, yang dituduh menghasut ketegangan, mengumumkan usulnya yang kontroversial.
Para pemimpin senior pada pertemuan itu menjauhkan diri dari usul
tersebut, tapi U Wirathu dan para pengikutnya bertekad untuk
mengajukannya ke Parlemen.
"Berdasarkan undang-undang ini, perempuan Myanmar dapat menikah
dengan orang dari agama yang berbeda, tapi calon suami mereka harus
menjadi Budha," katanya.
Ia menambahkan, "Pada waktu perempuan Myanmar menikah dengan pria
Muslim, mereka ditekan untuk masuk Islam, maka Undang-undang pernikahan
ini akan mencegah hal itu dan melindungi masyarakat kita."
Sekitar 1,500 biksu dari seluruh Myanmar mendukung usul tersebut, dan
kaum wanita mengumpulkan tandatatangan mendukung undang-undang yang
diusulkan U Wirathu.
Sementara itu, sikap U Wirathu terhadap perkawinan beda agama telah
dicela oleh pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan kelompok-kelompok
lainnya.
Zin Mar Aung dari kelompok wanita Rainfall berpendapat, undang-undang itu sexist.
"Undang-undang itu hanya berfokus pada wanita, jadi berarti konsep
undang-undang itu didasarkan pada seksisme dan nasionalisme," katanya.
Dukungan semakin besar
U Wirathu memimpin gerakan Budhist 969 yang dengan cepat mendapat momentum di seluruh Myanmar.
Angka 9, 6, 9 menunjuk pada sifat Budha.
Diduga, apa yang kedengarannya seperti suatu organisasi damai telah
berubah menjadi suatu sentimen nasionalis dan agama yang digunakan untuk
membangkitkan kebencian terhadap minoritas, khususnya komunitas Muslim
di negara itu.
Anggota-anggota 969 berseru kepada umat Budha Myanmar agar bersatu
membela agama mereka dan melakukan bisnis hanya dengan umat Budha
lainnya.
Mereka ingin menyisihkan komunitas Muslim yang mempunyai tradisi sebagai pedagang di Myanmar.
Umat Budha mencakup sekitar 90 persen populasi Myanmar, sedangkan Muslim hanya sekitar lima persen.
Ketegangan meningkat
U Wirathu memiliki sejarah menghasut ketegangan antaragama di Myanmar.
Di tahun 2003, ia divonis 25 tahun penjara oleh junta berkuasa karena
menghasut kebencian agama, tapi dibebaskan tahun lalu dalam amnesti
massal.
U Wirathu dan para pengikutnya menyalahkan umat Muslim Myanmar atas kekerasan baru-baru ini.
Sejak bentrokan tahun lalu di Rakhine yang menyebabkan hampir 200
orang tewas, kekerasan telah menyebar ke daerah-daerah lain di negara
itu, termasuk kota Lashio di timur laut dan Meiktila di Myanmar tengah.
Ketegangan antaragama di Myanmar telah menodai transisi negara itu menuju demokrasi.
Pada kunjungan ke Myanmar minggu ini, Menteri Luar Negeri Australia
Bob Carr bertemu dengan Presiden Thein Sein dan Aung San Suu Kyi. Isu
kekerasan antaragama menjadi topik utama dalam agenda pembicaraan
mereka.* (hidayatullah)
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda