Amalia Suri |
Dalam kondisi
perekonomian keluarga yang sulit, Amel tetap tekun belajar. Prestasinya di
sekolah sangat mencorong.
Amalia Suri. Inilah gadis belia asal Aceh yang terpilih
mewakili Indonesia dalam kegiatan Sunburst Youth Camp (SYC) di Singapura. Gadis
18 tahun ini bergabung dengan tujuh siswi lain dari Indonesia. Mereka mengikuti
kegiatan yang digelar oleh Singapore Technologies Endowment Programme (STEP),
sejak 30 November hingga 6 Desember 2014.
Prestasi gadis yang
karib disapa Amel ini memang mencorong. Putri pasangan Sofian Suri Muhammad dan
Fauziah pernah mengikuti program pertukaran pelajar di Amerika Serikat tahun
2013-2014. Sehingga dia mendapat julukan `anak Amerika` dari kawan-kawan di
sekolahan. Kini, teman-teman sekolah memanggilnya dengan julukan ‘anak
Singapura’ karena mengikuti program SYT.
Amel dan keluarganya
tingal di Desa Paya Dua, Kecamatan Banda Baro, Kabupaten Aceh Utara. Untuk
nerangkat ke sekolah, setiap hari Amel harus naik angkutan umum. Anak ke dua
dari lima bersaudara ini harus beranjak dari rumah sebelum jam tujuh agar tak
terlambat ke sekolah.
Bagi Amel, tak mudah
meraih prestasi yang mengkilap itu. Apalagi perekonomian keluarganya sempat
terguncang karena sang ayah, Sofian Suri, dirumahkan oleh perusahaan.
Kala itu Amel masih
duduk di bangku SMP. Sampai sekarang pun sang ayah tak punya pekerjaan tetap.
Hanya jabatan Kepala Dusun dan pengurus musala yang melekat pada Sofian.
Sementara sang ibu adalah guru di SDN 9 Dewantara, Gampong Calok Giri.
"Ayah pernah
jualan jilbab di pekan Minggu, pernah juga jualan mainan di hari raya. Amel
sama abang dan adik juga sering ikut," ujar gadis yang gemar bercerita dan
menulis ini.
Sang
ayah bahkan juga pernah membuat tempe untuk menopang perekonomian keluarga.
Dengan bangga Amel mengaku pernah membantu menjual makanan dari kedelai itu.
Tempe-tempe yang tidak habis terjual digoreng dan dijual keliling kompleks.
Amel lah yang menjajakan
tempe goreng ini. Panas dan hujan dia terjang untuk menjajakan tempe goreng,
demi membantu perekonomian keluarga.
Setelah benar-benar di-PHK
oleh perusahaan dan mendapat pesangon, keluarganya sempat mencoba berjualan
pakaian. Usaha ini cukup lama dijalani, namun belakangan usaha tersebut
berakhir karena kekurangan pelanggan. Tapi Amel tak menganggap semua kesulitan
tersebut menjadi kendala. Gadis yang jago bahasa Ingris ini malah giat belajar
untuk menggapai cita-citanya.
Sejak kecil, Amel yang
bercita-cita sebagai diplomat itu sangat ingin ke luar negeri. Mimpi itu
berawal dari sebuah kamus Jerman yang ia temukan di rumah temannya, saat masih
kelas V SD.
"Waktu itu Amel nggak
tahu Jerman itu di mana, dan bisa dua kali ke luar negeri gratis kayak sekarang
masih nggak percaya," kata dia.
Jika akhirnya ia bisa
menjejakkan kaki ke negeri Paman Sam dan negeri Singa, semua itu karena jiwanya
yang selalu menyukai tantangan. Suka mempelajari kebudayaan bangsa dan negara
lain dan karena ketertarikannya pada bahasa. "Selain itu, kalau berhasil
ke Amerika setahun, ayah nggak perlu keluarin uang untuk biaya sekolah dan
jajan Amel di tahun itu," ujar Amel.
Di sekolah, Amel juga aktif
di berbagai kegiatan seperti teater, debat, dan komunitas menulis. Bahkan tak
jarang di hari libur dia tetap ke sekolah untuk belajar kelompok atau latihan
teater. "Pokoknya Amel betah aja di sekolah," kata gadis periang ini.
Ke mana pun ia pergi, selalu
ingat pesan sang ayah agar selalu belajar yang rajin. Dia juga diingatkan agar
selalu berperilaku baik yang mencerminkan karakter orang Aceh yang sebenarnya.
"Ayah juga selalu bilang
pergi terus jauh-jauh selama itu beasiswa, kalau ada universitas di bulan ke
bulan pun Amel boleh pergi," tutur Amel.
(Sumber: Dream/Atjehpost.co)
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda