Amalia Suri |
NAMA
lengkapnya Amalia Suri. Namun belia berusia 18 tahun ini biasa dipanggil Amel.
Bersama tujuh remaja lainnya, Amel saat ini sedang berada di Singapura sebagai
delegasi Indonesia di kegiatan Sunburst Youth Camp (SYC). Acara itu sendiri
dihelat sejak 30 November hingga 6 Desember 2014. (Baca: Siswi Cantik dari Aceh
Ini Wakili Indonesia ke Sunburst Youth Camp di Singapura)
Amel
adalah siswi kelas 12 atau kelas tiga di SMA Swasta Sukma Bangsa Lhokseumawe.
Sebelumnya Amel juga baru pulang dari Amerika untuk program pertukaran pelajar
Youth Exchange Study untuk tahun 2013-2014. Di Amerika Amel tinggal di daerah
Lancaster, Ohio State dan tinggal bersama keluarga angkat.
Banyak
hal-hal mengesankan yang dialaminya selama berada di Amerika. Ibu angkatnya
Anna Hoffmann yang sudah sepuh pernah mengantarkan dirinya ke Omar al Khatab
Mosque di Ohio agar Amel bisa melaksanakan salat Idul Adha. Padahal jarak yang
ditempuh cukup jauh, seperti dari Bireuen ke Lhokseumawe.
“Pas
salat Idul Adha asli super galau karena di Lancaster nggak banyak Muslim dan
jarang dengar azan, jadi pas ke masjid nangis sejadi-jadinya. Rindunya sama
Allah, bukan sama keluarga atau karena kangen rumah,” katanya kepada
atjehpost.co melalui pesan bbm, Rabu 3 Desember 2014.
Amel
merupakan putri dari pasangan Sofian Suri Muhammad dan Fauziah. Di sekolah,
gadis remaja ini bisa dibilang sebagai bintang sekolah karena hampir semua
siswa mengenalnya. Hal itu tak terlepas dari prestasi yang diukirnya. Setelah
sebelumnya sempat dijuluki sebagai ‘anak Amerika’ karena program YES, kini
teman-temannya menjulukinya ‘anak Singapura’ lewat program SYC. Namun hal ini
justru memberikan keuntungan tersendiri bagi alumni SMP Sukma Bangsa ini.
Tinggal
di Desa Paya Dua, Kecamatan Banda Baro, Kabupaten Aceh Utara, setiap hari Amel
harus naik angkutan umum BE untuk ke sekolah. Pagi-pagi sekali sebelum jam
tujuh ia sudah berangkat dari rumah agar tak terlambat ke sekolah. Ia merupakan
anak kedua dari lima bersaudara.
Amalia Suri bersama orang tua angkatnya Robert Hoffmann, Anna Hoffmann dan cucu mereka Kaci Morin |
Ayahnya,
Sofian Suri, merupakan korban pemutusan hubungan kerja PT KKA saat Amel masih
SMP dan sampai sekarang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Ayahnya juga termasuk
salah seorang yang dituakan di dusunnya, saat ini dipercayakan sebagai Kepala
Dusun dan selalu aktif di mushalla. Sedangkan ibunya seorang guru SDN 9
Dewantara di Gampong Calok Giri.
“Ayah
pernah jualan jilbab di pekan Minggu, pernah juga jualan mainan di hari raya.
Amel sama abang dan adik juga sering ikut,” ujar gadis yang hobi bercerita dan
menulis ini.
Bukan
hanya itu ayahnya juga pernah membuat tempe untuk menopang perekonomian
keluarga. Dengan bangga Amel menceritakan kala ia juga bisa membuat makanan
yang berbahan baku kedelai itu. Tempe-tempe yang tidak habis terjual dibuat
jadi tempe goreng dan dijual keliling kompleks. Amel mengaku pernah
berjualan tempe goreng di tengah guyuran hujan. Ayahnya juga pernah mencoba
berbisnis getah, namun tidak berhasil seperti yang diharapkan.
Setelah
benar-benar di PHK dan mendapat pesangon dari perusahaan ayahnya kembali
mencoba berjualan pakaian di pajak Batuphat. Ia menjual baju anak-anak dan
lumayan lama namun belakangan usaha tersebut berakhir karena kekurangan
pelanggan. Namun Amel tak menganggap semua kesulitan tersebut menjadi kendala
baginya dalam menggapai cita-cita. Kelak gadis yang jago bahasa Inggris ini
ingin menjadi seorang diplomat atau pekerja sosial.
Sejak
kecil sudah terbersit di benaknya agar suatu saat bisa ke luar negeri. Semua
itu berawal dari sebuah kamus Jerman yang ia temukan di rumah temannya saat ia
masih kelas lima SD.
“Waktu
itu Amel nggak tahu Jerman itu di mana, dan bisa dua kali ke luar negeri gratis
kayak sekarang masih nggak percaya,”
Amalia Suri dan sejumlah delegasi dari berbagai negara di SYC Singapura |
Jika
akhirnya ia bisa menjejakkan kaki ke negeri Paman Sam dan negeri Singa, semua
itu karena jiwanya yang selalu menyukai tantangan. Suka mempelajari kebudayaan
bangsa dan negara lain dan karena ketertarikannya pada bahasa.
“Selain
itu kalau berhasil ke Amerika setahun, ayah nggak perlu keluarin uang untuk
biaya sekolah dan jajan Amel di tahun itu,” katanya.
Sadar
dengan kondisi orang tuanya, Amel pun menerapkan kedisiplinan untuk dirinya
sendiri. Misalnya ia selalu menyisihkan uang dari jatah jajan yang diberikan
untuknya. Semangatnya untuk mengenyam pendidikan juga sangat tinggi. Apalagi
dengan iklim di sekolah yang menurutnya sangat nyaman. Antara siswa dan guru
layaknya teman, begitu juga dengan siswa lainnya yang rajin dan menularkan
energi positif baginya.
Di
sekolah, Amel juga aktif di berbagai kegiatan seperti teater, debat, dan
komunitas menulis. Bahkan tak jarang di hari libur pun ia tetap ke sekolah
untuk belajar kelompok atau latihan teater.
“Pokoknya
Amel betah aja di sekolah,” kata gadis periang ini.
Ke
mana pun ia pergi pesan sang ayah agar selalu belajar yang rajin tak pernah
dilupakannya. Ia juga diingatkan agar selalu berperilaku baik yang mencerminkan
karakter orang Aceh yang sebenarnya.
"Ayah
juga selalu bilang pergi terus jauh-jauh selama itu beasiswa, kalau ada
universitas di bulan ke bulan pun Amel boleh pergi." katanya.[Ajtehpost]
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda