Faktor penjualan rokok yang masih amat bebas
di Indonesia semakin memudahkan para remaja mendapatkan rokok. Meskipun sudah
ada larangan pembelian rokok bagi anak di bawah usia 18 tahun, tetap saja masih
banyak anak-anak hingga remaja yang merokok.
“Warung-warung di Indonesia tersebar di
mana-mana dan rokok bisa dijual batangan. Karena dijual secara batangan,
semakin mudah membeli rokok. Gampang atau tidaknya akses membeli rokok itu yang
harus diperhatikan,” ujar Carlo Tamba, penggiat olahraga dan founder
Masterbootcamp dalam acara diskusi dengan influencer media sosial mengenai rokok yang
diadakan oleh Smoke Free Agent di Jakarta (7/2/14).
Pedagang yang yang menjual rokok memang mudah
ditemui di warung dekat sekolah-sekolah, sehingga para remaja semakin mudah
membelinya. Selain penjualan dan distribusi rokok yang luas, iklan dan media
yang digunakan dalam mempromosikan rokok turut berpengaruh.
Cecaran iklan rokok, promosi dan sponsorship
rokok, tanpa disadari telah memengaruhi persepesi orang muda, apalagi perokok
kerap digambarkan sebagai orang yang pemberani, jantan, dan kreatif.
“Iklan rokok berpengaruh pada anak muda karena
banyak sekali iklan yang menampilkan soal keberanian atau image tertentu, yang
membuat anak muda semakin ingin mencoba rokok. Tagline dan sosok yang
ditayangkan dalam iklan rokok pun jelas mempengaruhi mereka,” terang penulis
muda Alanda Kariza, dalam acara yang sama.
Selain karena pengaruh iklan, ada pula yang
merokok karena ikut-ikutan teman atau hanya menaikkan gengsi. “Satu hal yang
mengganggu saya yaitu adanya anggapan kalau merokok itu keren. Banyak anak
remaja yang merokok karena ingin terlihat keren atau menjadi ajang
pemberontakan,” kata presenter sekaligus penggiat media sosial, Pangeran
Siahaan.
Pangeran menceritakan pengalamannya ketika
berhadapan dengan rokok. Seluruh keluarga dan saudaranya tidak ada yang
merokok, termasuk dirinya. Namun, ia berada di lingkungan yang merupakan
perokok. “Teman saya hampir semuanya merokok. Saya pernah mencoba rokok, tetapi
tidak menemukan apa enaknya dari rokok,” tuturnya.
Alanda pun mengakui cukup sulit mengubah
persepsi orang-orang di sekitarnya akan bahaya rokok. “Di lingkungan
saya, teman-teman saya banyak yang merokok. Ternyata lebih susah meyakinkan
mereka untuk berhenti merokok daripada kepada orang yang tidak dikenal.
Tantangan paling besar adalah mengajak orang-orang sekitar untuk berhenti,
seperti ayah saya atau om saya yang masih merokok,” tukasnya.
Padahal, remaja perokok lebih rentan terkena
penyakit karena pada usia remaja paru masih dalam proses pertumbuhan. Merokok
pada usia remaja memiliki risiko lebih besar terkena penyakit, seperti
bronkitis, tuberkulosis, dan kanker paru. (Kompas)
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda