Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai terlalu cepat menetapkan mantan
Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka dalam perkara dugaan
suap impor daging sapi di Kementerian
Pertanian. Kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan terhadap
Ahmad Fathanah itu dinilai masih terlalu lemah dari sisi hukum.
Bahkan unsur memperdagangkan pengaruh yang didakwakan KPK kepada Luthfi Hasan hingga kini belum diatur dalam undang-undang.
"Jadi kalau kasus Luthfi itu trading influence, di mana nyambungnya?
Kalau Luthfi dapat uang dari Fathanah, itu pun paling jauh kena
gratifikasi," ujar guru besar ilmu hukum Universitas Padjadjaran
Bandung, Romli Atmasasmita pada acara diskusi di Kuningan, Jakarta,
Sabtu (5/10/2013).
Romli menuturkan, kasus suap dalam UU Tipikor selalu menyangkut
penyelenggara negara. Namun, Luthfi dalam surat dakwaan justru disebut
sebagai Presiden PKS. Padahal, pihak yang bisa membuat kebijakan tentang
kuota impor daging sapi adalah Menteri Pertanian Suswono. Namun,
Suswono sendiri sudah menyatakan, tidak ada perubahan kuota impor
termasuk untuk PT Indoguna Utama.
"Pertanyaannya, sampai atau tidak (uang) ke Mentan? Trading influence
belum diatur. Kecuali memang ada bukti bahwa uang itu untuk mempengaruhi
kebijakan," kata Romli yang pernah menjabat sebagai Dirjen Administrasi
Hukum Umum di Kementerian Hukum dan HAM.
Sedangkan mengenai tindak pidana pencucian uang yang juga didakwakan ke
Luthfi Hasan, Romli menjelaskan bahwa KPK harus membuktikan kejahatan
korupsinya. "Saya sependapat dengan Andi Hamzah (saksi ahli pencucian
uang Djoko Susilo dan pakar hukum pidana). Bagaimana mau cuci baju kalau
bajunya saja belum ada?" kata Romli.
"Jadi, memang ada kecerobohan KPK yang biasanya hati-hati, kenapa terburu-buru?" pungkas Romli. (liputan6/Ndy)
---
Komentar anda
0 komentar:
Posting Komentar
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda